Twenty eighth chapter: "Welcome Home"
Kembali aku memasuki tanah pekuburan ini. Ilalang dengan gemas menggelitik kaki-kaki kami, beberapanya goyah rebah tak sengaja terinjak. Gundukan itu masih sama seperti 4 tahun silam. Pelan, sabit itu menyapu rerumput yang menjejal di atasnya. Doa-doa pun mengalir dari mulut kami. Sekian scene berkelebat di benakku. Masa kecilku bersama beliau, asyik menusuk dedaun kering yang memadati halaman rumah. Tawa girang beliau ketika aku mengunjunginya saat liburan sekolah. Tatap lamun matanya yang sering kutemui di masa senjanya, duduk di kursi depan rumahnya, entah apa yang mengusik pikirnya kala itu. Hingga saat hari ketika malaikat maut menjemputnya, memaksa mulutku terkunci. Ah, serentetan itu masih terasa nyata. Apa kabar Mbah Kakung? Sedang asyik bercengkrama dan tertawa dengan sang malaikatkah?
Ilalang masih setia bercakap dengan angin yang beringas menyapu debu-debu nakal. Aku tersenyum. Ya, bagiku angin tak seberingas yang terlihat. Ia hanya ingin sejuk itu hadir kala mentari masih menyorot angkuh. Hm, ada desir yang abstrak. Nuansa damai dan kesedihan. Kupandangi satu-per-satu nisan yang kulewati. Satu tanya menyeruak: Apa yang sudah kita persiapkan untuk bekal kala malaikat Izrail menjemput kita kelak?
***
Satu fragmen itu mungkin cukup mewakili apa yang terjadi hari ini. Yeah, I'm home now. Pagi jam 8 teng, aku dan Hary turun ke kutoarjo. Dia sekalian mau ambil ATM. Eng, ing, eng..sampai rumah masih pada sarapan ternyata! Aku sengaja tidak memberitahukan jam kepulangan, biar surpise.hehe..
Finally aku bisa berkumpul dengan keluarga di hari terakhir sebelum ramadhan tahun ini. Sebenernya emang udah rencana dari awal aku sama Mbak Dwi mau pulang, puasa pertama di rumah. Tapi ternyata Mbak Dwi udah pulang sejak hari Jumat karena sakit. Nggak jadi pulang bareng deh, tapi aku tetep pulang dong!
Jam 11 beranjak ke rumah simbah di Sangubanyu. Kebetulan Bulikku yang dari Jogja juga lagi pulang. Bulik yang di purworejo juga pulang. Wah, kumpul keluarga besar jadinya. Dan aku terharu ketika sosok yang tak lagi tegap itu tergopoh-gopoh menghampiriku dan menciumiku dengan hangat. Ya, itu mbah putriku. Sudah kubilang, a couple days ago aku merasa begitu rindu dengannya. Dan ternyata memang saat itu, beliau ngangen-angen, kepikiran kapan aku bisa pulang dan menjenguk makam mbah kakung. Ah, serupa ikatan batin nenek dan cucu kah?
Malamnya, tarawih pertama. Sayang, cuma bisa berdua dengan Ibu karena bapak sedang tak enak badan. Sedih si, nggak bisa tarawih bareng, tapi tak apalah, masih ada hari esok. Sholat tarawih di Musalla Darul Hidayah masih saja memberikan sensasi yang khas. Shaf jamaah putri yang berada di halaman musalla terasa begitu sejuk oleh hembusan angin. Entah, ada sensasi mendalam yang terasa ketika sholat di tengah sepoi angin malam. Berasa kasih sayang Allah begitu dekat :).
Nggak terasa sudah memasuki bulan Ramadhan lagi ya? Bulan yang selalu ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Apa yang sudah kita persiapkan untuk menyambut bulan Ramadhan tahun ini?
PS. Song for this time: Welcome Home - Brian Littrel. "Just to feel your warm embrace
Your love has shown, I'll never be alone
For you will welcome me home"