Sabtu, 09 November 2013

Setapak Rindu, Setapak Jalan

Suatu ketika, kau sedang beristirahat dalam sebuah perjalanan. Kau bertemu teman lama. Kalian berbincang dan kau baru menyadari bahwa ia membawamu pada kenangan sebuah jalan setapak yang sudah lama tak kau lewati. Kesibukanmu membuatmu jarang melewatinya. Kerikil-kerikil kecil di sepanjang perjalananmu sekarang membuatmu belum sempat menoleh pada jalan setapak itu. 

Dan hari ini kau punya kesempatan untuk beristirahat. Teman lamamu menyadarkanmu pada jalan setapak itu. Ia masih bersetia pada jalan setapak itu hingga kini. Banyak hal yang kau bincangkan dengannya tentang semua partikel dan energi yang membersamai jalan setapak itu. Kau rindu. Ya, rindu untuk menoleh sejenak pada jalan setapak, melewatinya sejenak, sebelum kembali lagi menghadapi kerikil-kerikil kecil di perjalananmu sekarang. 

Sungguh, jalan setapak ini kelak akan tiba di sebuah jalan di mana ia akan bersebelahan dengan jalan yang sedang kau lewati sekarang. Jalan setapak akan bertemu dengan jalan raya. Jalan setapak yang hadir dengan kedamaiannya di sela ramai macetnya jalan raya. Jalan setapak yang akan kau lewati ketika kau memilih untuk berjalan kaki atau bersepeda. Kau menemukan inspirasi ketika menikmati perjalanan jalan setapak itu perlahan. Esok, ketika kau makin mahir dan makin berdamai dengan kerikil-kerikil kecil yang menyita penuh perhatianmu sekarang. Mungkin, kau pun akan segera bertemu dengan teman lamamu itu di jalan setapak, jika ia belum terlalu penat. 

PS. Ada satu rindu pada hal yang pernah kau geluti ketika bertemu dengan teman yang baru kau sadari berada dalam dunia yang sama selama ini, meski tak saling melihat.

Sabtu, 02 November 2013

Cerita di Balik Praktikum Wechsler

Sabtu, 2 Nov '13

Yihaa, gini ya rasanya ngetes tiga orang sekaligus dalam satu hari? Satu tes kira-kira selesai dalam waktu 2 jam. Wow sekali! Akhirnya hari ini selesai juga perjuangan praktikum Wechsler selama dua hari ini. WAIS dua orang dan WISC dua orang.

Blok kuliah Psikodiagnostika ini memang sibuk-sibuknya praktikum. Kuliah sehari-harinya adalah ngetes orang, entah itu role play ngetes temennya sendiri ataupun nyari subjek luar. Buat wechsler ini praktikumnya pakai subjek orang luar. Jadwal yang diberikan adalah Rabu jam 5 sore (karena kuliah hari rabu selesai jam 4 lebih 10 menit), Jum'at jam 3-5 dan jam 5-7 (karena kuliah hari jumat cuma sampai jam 2 lebih 10), dan Sabtu jam 9-11, jam 11.30-2, dan jam 2-4. Aku sengaja nggak ngambil hari Rabu karena aku harus melembur tugas review 5 jurnal untuk hari Kamis, sekaligus hari Kamis itu ada UTS Eksperimen. Ambillah Jumat dua sesi untuk Wais dan Sabtu dua sesi buat Wisc. Jumat siang, salah satu subjek wais-ku mendadak mengabari kalau tidak bisa dan diganti sabtu. Jadi Jumat aku hanya ngetes satu orang dan sabtu aku full di semua sesi. Ngetes satu orang pas Jumat itu aja rasanya udah capek, aku sempet ngebayangin apa kabar hari sabtuku ya dengan ngetes tiga kali berturut-turut gitu?

Dan sekarang akhirnya plong juga. Capek sih, capek mikir, tapi it's not that bad lah. Nggak seburuk yang kubayangkan sebelumnya. Yah, mungkin karena semua subjekku dari hari jum'at nggak yang tegang gitu jadi asyik aja bisa nge-flow pas pelaksanaannya. Wais sih nggak terlalu yang gimana-gimana karena kan pas S1 aku pernah praktikum juga jadi ada gambaran, kalau Wisc baru sekarang ini dipraktekkin (dulu pas S1 yang buat anak-anak pakainya Binet) jadi semacam rada bingung aja.

Untunglah aku dapat subjek yang talkative dan suka cerita. Subjek buat Wisc kan satu kelas nge-booking beberapa kelas di suatu SD karena kebayakan kami adalah anak kos yang nggak ngerti harus comot bocah dari mana. Jadi aku juga baru ketemu dan kenalan dengan bocahnya langsung begitu mau aku tes. Subjekku yang pertama cewek, kelas 5, begitu kenalan dia bilang "Mbak aku wis ping telu di tes iki. Sama anak sini juga tapi S1. Aku wis apal soale," katanya dengan nada songong gitu. Aku cuma mbatin, 'oh, okay'. Karena dia langsung memperlihatkan kalau dia bisa bahasa jawa, sampai selesai aku pun ngomongnya pakai bahasa jawa (kecuali pas mbacain soal).

Di awal-awal dia keliatan songong gitu sok tau banget tentang apa yang mau di teskan. Aku sih cuma mesem aja karena aku yakin dia belum pernah di wisc. S1 kan Binet, bukan wisc. Dan setelah dibacakan beberapa soal, dia bilang kalau ternyata soalnya beda dengan yang pernah dia dapat dulu. Nah kan, kalah telak kau nak, kamu terpaksa harus mikir lagi untuk menjawab soal kali ini. Hahaha..puas banget rasanya aku liat ekspresi dia.

"Mbak, kenapa tes'e ora ning ruangan biasane?" (lab praktikum sebenarnya adalah gedung B lantai 3 sedangkan kali ini karena hampir satu kelas ngetes, jadi pakai beberapa ruang kelas). Setelah kuterangin alasannya dia komentar lagi "enak nang kono sakjane mbak, mengenang masa lalu." Aku ngakak ngedengernya, "ceile nggaya banget ik mengenang masa lalu, bahasamu ki lho ra nguati!"

Scene selanjutnya adalah dia cerita kalau dulu pas di tes itu dia disukai sama cowok (sama-sama subjek praktikum), katanya, si cowok itu ngliatin dia terus. Terus beberapa hari kemudian dibilangin juga sama yang ngetes kalau memang si anak cowok itu suka dia. Ebuset ini bocah kelas 5 SD kenapa udah bisa maen flirting-flirtingan yak! Tak pancing lebih jauh karena sepertinya dia sangat bersemangat ketika bercerita tentang hal itu. Nah, bener kan, dia dengan bangganya cerita kalau 4 temannya (cowok) pernah berantem gara-gara memperebutkan dia. Padahal semua cowok itu sudah pernah dia pacari semuanya. Ada yang satu hari, satu minggu, satu bulan, dan paling lama adalah satu tahun hingga sekarang ini masih.

Wait what?? Sumpah aku syok. Bisa ya anak SD udah punya beberapa mantan begituh? Aku tambah syok lagi pas dia bilang sama yang sekarang ini orang tuanya setuju, orang tua pacarnya juga setuju, kalau sama yang sebelum-sebelumnya dia selalu dimarahin orang tuanya. Wow, aku jadi mikir, bagaimana pola pengasuhan yang diterapkan orang tua subjekku ini sebenarnya? Memang seperti itu atau subjekku saja yang mengarang cerita? Tapi untuk anak seusia itu, terlalu dini kalau mengalami gangguan jiwa di mana dia tidak bisa membedakan khayalan dan kenyataan, bukan?

Entahlah, miris mengetahui kenyataan sekarang, anak kecil sudah mainan pacar begitu. Aku aja pas SD bisa dibilang belum kenal cowok. Pas SMP sama SMA aku bikin target baru mau pacaran kalau udah lulus sekolah aja. Seiring perjalanan waktu, pas udah mulai masuk kuliah malah nggak kepikiran lagi buat pacar-pacaran. Kuliah aja dulu deh, pacaran nggak penting, yang penting itu suami. Tssaaah..

Tapi kalau dilihat polanya memang bisa dipahami sih. Orang-orang yang lahir tiga atau empat tahun setelahku, rata-rata mereka memulai masa pacaran mereka di jaman SMP. Bisa dibayangkan dong kalau yang lahirnya dua kali lipatnya atau tiga kali lipatnya sebelum tahun kelahiranku? Anak muda jaman sekarang memang ya *berdecak* *geleng-geleng*. Tapi terlepas dari itu, subjekku ini sudah punya keinginan untuk kuliah di UGM, di saat dia masih kelas 5 SD sekarang ini. Ayahnya pun sering bilang "sekolah setiap hari lewat UGM, besok harus bisa masuk UGM. Applause banget buat keinginannya satu ini. Aku pas jaman SD mana kepikiran buat kuliah? Dia bahkan juga udah kepikiran mengkritisi kebijakan kepala sekolahnya yang menurut dia aneh, karena sering tidak ada koordinasi dengan guru-guru yang lain sehingga menimbulkan ketidakjelasan. Wow, aku jadi makin yakin ada yang menarik dari diri ini bocah. Satu sisi dia sudah bisa mencapai pemikiran abstrak yang biasanya ditemukan pada anak yang usianya beberapa tahun lebih tua dari dia. Di sisi lain, ada hal menarik tentang persepsi dia terhadap suatu hubungan, ada hal yang menarik juga dari pola keluarganya (mungkin).

Ah, dan tulisan ini sangat random sebenarnya. Haha. Tapi memang itu hal paling ekstrim yang terjadi hari ini. Jadi biarlah aku memindahkan sampah di pikiran ke tulisan ini :p

PS. Special Thanks to DS, MS, MNMP, and GAA. You're such an incredible subject. See you next time :)