Rabu, 25 September 2013

Tembok-Tembok Itu

Kamis, 26 sept 13

Tembok itu selalu ada. 
Tinggal kita yang memilih untuk membiarkan tembok itu tumbuh tinggi atau kita berusaha meruntuhkannya perlahan-lahan. 
Boleh saja kau membiarkannya tumbuh tinggi lalu kau semakin tidak mungkin melihat dan bertemu dgn apa yang ada di balik tembok.  
Atau boleh saja kau berusaha meruntuhkannya lalu kau bisa melihat apa yang ada di balik tembok, bahkan melompat ke sana dan bertemu dengan semua hal yang ada di balik tembok itu. 
Terkadang yang kita butuhkan hanyalah bernafas. Memberi ruang pada udara sekitar untuk menelanjangimu hingga kau merasakan ke'ada'anmu. 

Kamu ada untuk bersandar pada tembok duniamu
atau kamu ada untuk memeluk ke'ada'an yang berada di balik tembok  

Minggu, 22 September 2013

Makna Lambang Purworejo

 
Lambang Daerah Kabupaten Purworejo
Lambang daerah Kabupaten Purworejo berbentuk perisai yang bagian-bagiannya mengandung makna berikut:
  1. Pohon Beringin: bermakna rasa kebangsaan dan pengayoman
  2. Bedug dengan 17 pantek: merupakan ciri khas daerah Purworejo, dengan keistimewaannya yang terbuat dari kayu jati utuh merupakanyang terbesar di Indonesia
  3. Cakra dengan 17 mata: dalam cerita pewayangan merupakan senjata Wisnu dalam tugasnya memelihara kesejahteraan dan memberantas angkara murka
  4. Bintang segi lima: menunjukkan bahwa Rakyat Purworejo adalah masyarakat yang Berketuhanan YME
  5. Pita merah putih: menunjukkan bahwa Purworejo adalah bagian dari negara Republik Indonesia 
  6. Gelombang di kanan-kiri bintang: menggambarkan keadaan alam Purworejo yang disebelah utara merupakan daerah pegunungan yang penuh dengan kekayaan alam 
  7. Garis-garis putih dibawah gelombang hijau: menggambarkan keadaan alam Purworejo yang mempunyai sungai-sungai yang sangat penting terutama untuk pertanian misalnya S. Bogowonto dan S. Jali 
  8. Petak-petak dibawah garis: menggambarkan keadaan alam yang bagian tengah dan selatan penuh dengan sawah dan ladang 
  9. Padi 45 butir dan kapas 8 buah: menggambarkan cita-cita masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur. Catatan : cakra 17 mata, kapas 8 buah, padi 45 butir- melambangkan kesetiaan rakyat Purworejo pada Proklamasi 17-8-1945
  10. Tiang di tepi kanan dan kiri : merupakan lambang penegakkan kebenaran dan keadilan 
  11. Lipatan-lipatan / wiron di kanan kiri bawah: lambang kerapihan, kehalusan, keramahan, kehalusan budi 
  12. Bokor dengan style kepala banteng: bokor adalah wadah / tempat, melambangkan kebesaran jiwa rakyat dan pemerintah daerah yang mampu menampung berbagai masalah kehidupan. Kepala banteng lambang kerakyatan atau keinginan mewujudkan Demokrasi Pancasila 
  13. Pita putih bertuliskan PURWOREJO: bermakna kesucian, ketulusan, keluhuran budi 
  14. Rantai: lambang kemanuasiaan dan gotong royong. Bentuk persegi lambang wanita, bentuk bulat lambang pria 
  15. Dasar hitam: bermakna keabadian, keteguhan hati, ketenangan


Salam Dari Purworejo

Senin, 23 September 2013

Salam Purworejo!
From now on, saya ingin menambahkan satu kategori tulisan dalam blog ini. Segala sesuatu tentang Kabupaten Purworejo akan sedikit tertuang di sini. Ini merupakan satu langkah kecil sebagai wujud kecintaan pada tanah kelahiran saya.

Kabupaten Purworejo terletak pada posisi 109o 47’28” – 110o 8’20” Bujur Timur dan  7o 32’ – 7o 54 Lintang Selatan. Secara topografis, Kabupaten Purworejo merupakan wilayah beriklim tropis basah dengan suhu antara 19 C – 28 C, sedangkan kelembaban udara antara 70% - 90% dan curah hujan tertinggi pada bulan Desember 311 mm dan bulan Maret 289 mm. Kabupaten Purworejo memiliki luas 1.034,81752 km2 dengan batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kebumen, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Wonosobo, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Kabupaten Purworejo dulu tergabung dalam karesidenan Kedu (sekarang disebut eks-karesidenan Kedu) bersama dengan Magelang (kabupaten dan kota), Temanggung, Purworejo, Wonosobo, dan Kebumen. Karesidenan Kedu adalah satuan administrasi yang berlaku di Jawa Tengah pada masa penjajahan Hindia-Belanda dan beberapa tahun sesudahnya. Karesidenan Kedu terletak di wilayah dataran Kedu yang merupakan dataran vulkanik subur di sekeliling gunung berapi di Jawa tengah, yaitu Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro di sebelah barat, Gunung Merbabu dan Gunung Merapi di sebelah Timur, dan perbukitan Menoreh di sebelah selatan. Pusat pemerintahan berada di Magelang. Sekarang sistem pemerintahan karesidenan sudah dihapuskan, otonomi pemerintahan diserahkan pada pemerintah kabupaten masing-masing. Akan tetapi bekas-bekas wilayah gabungan ini masih biasa disebut dengan eks-karesidenan. 

Pengaruh karesidenan ini tampak terlihat dari plat kendaraan bermotor, yaitu AA. Saya termasuk orang yang suka mengamati plat kendaraan. Hobi saya ini sudah saya tekuni sejak duduk di sekolah dasar, yah kalau hal ini bisa disebut dengan hobi sih. Haha. Dari hasil pengamatan itu saya mengetahui bahwa huruf belakang plat lah yang membedakan kabupaten asal, misalnya AA...C / AA...L / AA...V adalah plat Purworejo. AA...M / AA...D adalah plat Kebumen. AA...A / AA...B / AA...K / AA...T adalah plat Magelang. AA...E / AA...N adalah plat Temanggung. AA...P adalah plat Wonosobo. 

Kabupaten Purworejo terdiri dari 16 kecamatan, yaitu 
  1. Kecamatan Purworejo 
  2. Kecamatan Kutoarjo 
  3. Kecamatan Purwodadi 
  4. Kecamatan Kaligesing 
  5. Kecamatan Loano 
  6. Kecamatan Bener 
  7. Kecamatan Grabag 
  8. Kecamatan Butuh 
  9. Kecamatan Kemiri
  10. Kecamatan Bruno
  11. Kecamatan Pituruh 
  12. Kecamatan Bagelen
  13. Kecamatan Bayan 
  14. Kecamatan Gebang 
  15. Kecamatan Ngombol
  16. Kecamatan Banyuurip

Peta Kabupaten Purworejo



Sumber: http://www.purworejokab.go.id  

Sabtu, 21 September 2013

Lihatlah Dirimu Dari Kejauhan

Sabtu, 21 Sept 13

Saya pernah menguping pertengkaran kecil yang terjadi antar dua orang ini saat kebetulan posisi saya berada di dekat mereka. Sambil membaca buku saya mencuri-curi dengar. Kira-kira seperti ini:
A: "Kok kamu semacam balas dendam begini ya sama aku?"
B: "Aku bukannya mau balas dendam, aku cuma pengen kamu tau apa yang kurasakan saat kamu nglakuin ini kemarin."
A: "Ya itu sama saja dengan balas dendam"

Percakapan mereka mencuri pikiranku. Saya dapat memahami ada yang berbeda dari keduanya dalam memaknai balas dendam. Definisi mereka tentang balas dendam berbeda. Ada perbedaan nilai di sini. Itu jelas terlihat. Yang mencuri pikiran saya adalah bagaimana bisa balas dendam itu memiliki makna yang berbeda. Selama ini saya menganggap balas dendam adalah suatu perilaku yang jelas pola kronologis kejadiannya bukan abstrak. Selama ini saya hanya tahu bahwa jika seseorang merasa tersakiti dan kemudian dia balas menyakiti orang itu dengan hal yang sama, itulah balas dendam. Definisi balas dendam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan membalas perbuatan orang lain karena sakit hati atau dengki. Tidak ada definisi lain. Akan tetapi sejak saya "mencuri" percakapan tersebut, saya melihat balas dendam sebagai suatu nilai yang abstrak, bukan sesuatu yang konstan.

Pemikiran-pemikiran itu menyisakan pertanyaan tak terjawab hingga beberapa hari yang lalu saya mulai melihat celah dinamika kenapa si A menganggap perlakuan B sebagai balas dendam sedangkan B tidak memaknai perilakunya itu sebagai balas dendam.

Kuliah simulasi (triad) observasi wawancara kali itu bertema psikodinamika. Satu kelas diminta berkelompok sebanyak 3 orang-3 orang. Satu menjadi konselor, satu menjadi klien, dan satunya lagi menjadi observer. Saat itu saya mendapat giliran menjadi konselor, teman saya inisial AP menjadi klien, dan teman saya inisial R menjadi observer. AP menceritakan masalahnya kepada saya. Saya berusaha menggali poin-poin yang mengarah pada pendekatan psikodinamika dalam memahami masalah klien.

Sampai pada suatu titik, dosen meminta semua kelompok untuk menghentikan prosesnya. Kemudian beliau meminta kami untuk bertukar posisi. Konselor menjadi klien, klien menjadi observer, dan observer menjadi konselor. Konselor (yang sekarang jadi klien) diminta untuk menirukan gaya dan cerita dari klien yang dia konselor'i tadi. Sementara observer (yang sekarang jadi konselor) diminta untuk menirukan gaya konselor dalam proses konseling tadi. Jadi di sini saya menjadi AP yang menceritakan masalah yang sama, R menjadi saya yang menirukan bagaimana saya menggali masalah klien tadi.

Setelah proses pertukaran peran ini, saya baru menyadari bahwa ternyata saya belum bisa sepenuhnya memahami klien. Pada saat saya menjadi konselor, saya merasa paham dengan permasalahan yang dibawa klien. Akan tetapi ketika saya diminta bertukar peran menjadi klien dan saya mengungkapkan permasalahan yang sama, ternyata saya salah menangkap permasalahan inti. Ada bagian-bagian yang menurut AR penting untuk menjadi masalah, sedangkan ketika saya berperan menjadi klien, hal penting tersebut justru tidak keluar dari "cerita" saya. Sebagai konselor, kepekaan saya akan masalah masih kurang.

Itu pengalaman saya. Pengalaman dari konselor kelompok lain berbeda. Pada saat menjadi konselor, merasa bisa memahami emosi yang dirasakan oleh klien, bahkan ikut sedih dan berkaca-kaca. Tapi ketika dia berperan sebagai klien, emosi itu tidak bisa muncul. Ada dugaan bahwa pada saat menjadi konselor, dia merasa sedih karena cerita klien mengingatkan dia akan pengalamanya masa lalu yang serupa dengan pengalaman klien, jadi dia menangisi dirinya sendiri bukan sebagai bentuk empati kepada klien.

Ada pula cerita dari pihak klien yang merasa tidak puas setelah perannya diperankan oleh orang lain. Dia merasa "lho, kok kayaknya dia biasa-biasa aja pas cerita, padahal tadi aku ceritanya menggebu2 banget." Atau "Nggak gitu yang menjadi permasalahanku". Atau ada juga yang menyadari tingkahnya "Oh, kok ternyata aku lebay banget ya, masalah kayak gitu aja diributin."

Dari sharing berbagai pengalaman itu, dosen mengikat suatu hikmah. Sesekali kita perlu keluar dari diri kita, kita perlu melihat diri kita dari kejauhan agar kita menyadari hal baik apa yang sudah kita lakukan dan hal apa yang seharusnya tidak kita lakukan. Temui dan kenalilah dirimu sendiri. Terkadang kita sulit melihat diri sendiri, bukan? sehingga terkadang kita terlalu angkuh. Nah salah satu cara paling mudah agar bisa melihat diri kita yang sebenarnya adalah dengan mencoba berganti peran itu tadi.
Dari sinilah saya tiba-tiba seperti mendapat insight atas pertanyaan tak terjawab selama ini. Mekanisme bertukar peran itu sepintas mirip dengan balas dendam kan yah?
Bedanya, suatu timbal balik akan menjadi balas dendam jika hanya sampai pada aksi saling membalas. Tapi jika pertukaran peran dikomunikasikan maksud dan maknanya antar kedua belah pihak,itu bukanlah balas dendam. Itu namanya belajar bersama-sama. Bukan "atau" tetapi "dan". Komunikasikan tujuan kamu membalik peran tersebut setelah kamu merasa lawanmu berada di posisi yang sama denganmu, sehingga tidak terjadi salah paham. Satu lagi wujud konkret dari jargon "komunikasi itu penting" terbaca dari kejadian-kejadian kecil di sekitar kita.

Jumat, 20 September 2013

Lima Tempat Favorit Wajib Kunjung di UGM

15 September 2013

Gerbang masuk Universitas Gadjah Mada. Sumber: mbah google

Selamat datang (kembali) di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta! Puji syukur kepada Tuhan, Allah SWT, saya kembali merasakan nikmatnya menjadi mahasiswa baru. Lima tahun lalu saya pertama kali menginjakkan kaki di Fakultas Psikologi UGM. Dan sekarang saya pun dinobatkan kembali menjadi mahasiswa baru. Hore, saya anak bontot loh sekarang, angkatan 2013 loh! :p

Berhubung saya adalah maba (baca: gamada), saya pengen nge-share tempat-tempat oke di area kampus yang sering saya kunjungi untuk sekedar nongkrong melepas penat.

1. PPTIK (Pusat Pelayanan Teknologi Informasi dan Komunikasi)
Tempat ini merupakan tempat di mana koneksi wifi lancar jaya. Namanya saja pusat, pusat sinyal wifi. Saya dikenalkan dengan tempat ini oleh Luhab, teman saya. Waktu itu semester 3. Dalam semester itu ada dua mata kuliah yang ada praktikumnya, Psikologi Faal dan Observasi Wawancara (OW). Semester padat-padatnya karena di samping kami harus mencari subjek untuk praktikum OW, kami juga harus membuat laporan praktikum. Satu laporan untuk OW dan 3 laporan praktikum Faal setiap minggunya. 

Untuk membuat laporan itu, harus ada referensi teorinya yang di dapat dari buku dan jurnal internasional, paling tidak 3 jurnal untuk tiap laporan praktikum. Jadi hampir setiap hari bertandang ke gedung pusat (rektorat) untuk hotspot'an mencari jurnal internasional di situs-situs jurnal yang sudah dilanggan oleh UGM seperti springerlink dan ebsco. Kami tidak diperbolehkan menggunakan jurnal yang berbahasa indonesia, jadi kami masih harus mereview jurnal tersebut kemudian membahasakannya kembali ke dalam bahasa indonesia. Betapa menguras waktu. Kadangkala koneksi wifi di rektorat ngadat, maklum gratisan dan bisa diakses siapapun tanpa password.
 
Kemudian teman saya Luhab yang baik hati itu merekomendasikan PPTIK untuk hasil koneksi internet yang lebih memuaskan. Ke sanalah saya, membuat akun email UGM agar bisa login wifi. Sejak itu saya sering nongkrong di PPTIK berjam-jam lamanya. Mencari jurnal sekalian mngerjakan laporan praktikum. Kadang-kadang bersama teman, kadang sendirian.
Tempatnya ruang wifi PPTIK nyaman, ACnya manteb, suasananya kondusif untuk belajar. Banyak orang tapi tenang, semua menekuni laptopnya masing-masing. Kalau pengen rungon-rungon tinggal pasang headset dan setel musik kenceng saja. Kesukaan saya nongkrong di PPTIK berlanjut meskipun semester paling padat tersebut sudah terlewati. Bahkan hingga sekarang saya sering nongkrong di PPTIK.  



2. Maskam
Maskam tampak depan. Sumber: koleksi pribadi (FinePix S2980)
Nama panjangnya adalah masjid kampus. Kenapa saya jadi horror ya, seolah-olah saya aktivis masjid begitu? Padahal enggak. Maskam ini hadir sebagai perantara yang menghubungkan antara kampus dan kos. Di antara aku dan kamu ada masjid. Tsaah.. Jadi untuk menuju ke kampus, saya selalu menyeberang lewat dalam masjid ini, karena letak kampus ada di belakang masjid persis. 



Maskam (kanan) dan fakultas psikologi ugm (kiri). Sumber: koleksi pribadi

Maskam lantai 2. Sumber: koleksi pribadi
Saya dan kelompok AAI (Asistensi Agama Islam - wajib pada saat semester 1 dan sunnah untuk semester-semester selanjutnya) selalu berkumpul sepekan sekali. Kegiatannya curhat dan disisipi pengetahuan keagamaan praktis sehari-hari. Maskam lantai 2 tempat kami selalu berkumpul hingga satu-per-satu dari kami bersepuluh lulus, berbagi cerita tentang aktivitas selama seminggu, membahas kuliah, dan diskusi agama. Maskam ini terbagi menjadi dua bagian, lantai 1 untuk ikhwan dan lantai 2 untuk akhwat.
Maskam juga tempat tujuan saya dan teman-teman kos untuk sholat terawih tiap bulan ramadhan. 

Desain penataan masjid dan ornamen-ornamen di taman sekitarnya sangat memukau, cocok untuk foto-foto atau sekedar duduk merenung. Pokoknya suasananya dapet banget di taman dan halaman sekitar maskam ini. Terasa syahdu. Bahkan foto-foto wisuda saya mengambil setting di maskam ini :)
dokumen tahun 2009
belakang: luhab (kiri), diah (kanan)

depan: aya (kiri), aiy (kanan)
Bersama teman

  

3. rektorat
Gedung Pusat UGM tampak dari sisi utara. Sumber: mbah google
Rektorat adalah gedung pusat universitas. Dikenal juga dengan sebutan Balairung. Awal-awal semester saya sering nongkrong di sini untuk mendapatkan koneksi internet yang gratis tanpa harus memasukkan password.
sayap utara. Sumber: koleksi pribadi
Suasana rektorat sangat mendukung untuk belajar, diskusi bersama teman, atau merenung sendirian, dengan angin sepoi-sepoi yang setiap waktu bisa membelaimu. Selain sebagai tempat mendapatkan koneksi internet gratis, rektorat ini juga selalu ramai oleh orang-orang yang berolah raga pada minggu pagi. Saya dan beberapa teman kos sering jogging di sini hari minggu pagi.
Sayap selatan. Sumber: koleksi pribadi
Masuk semester tujuh, saya menambahkan satu aktivitas lagi yang bertempat di rektorat. Saya bersama teman-teman Forum Lingkar Pena mengadakan forum setiap selasa sore dan kamis sore, berlatih berkarya dan mengupas karya masing-masing kami.
belakang: tika (kiri), saya, mbak sani (kanan). depan: cindy (kiri), mbak esta (kanan)
Jogging minggu pagi di balairung. Sumber: koleksi pribadi
4. GSP (Grha Sabha Pramana)
Grha Sabha Pramana tampak depan. Sumber: mbak google
Grha Sabha Pramana ini bisa disebut sebagai gedung pertemuannya UGM. Di GSP ini mahasiswa pertama kali melakukan upacara penerimaan mahasiswa baru, sekaligus menjadi tempat terakhir saat melepas status mahasiswanya yaitu wisuda. Empat kali dalam setahun (mengikuti jadwal periode wisuda) ada job fair yang diadakan universitas bagi para jobseeker. Pokokke uyuk-uyuk'an nek pas ada job fair ini. GSP juga sebagai tempat pembekalan dan pelepasan KKN atau seminar-seminar. Bahkan sering pula disewa sebagai tempat resepsi pernikahan, persis sama dengan aula sekolah SMA saya dulu. Makanya sering ada plesetan bahwa UGM itu singkatan dari Usaha Gedung Manten.
track jogging GSP. Sumber: koleksi pribadi

Saya sendiri sering ke GSP pada minggu pagi. GSP ini semacam pusat tempat olah raga. Pada setiap sore hari dan Minggu pagi pasti ramai oleh mahasiswa dan orang-orang lainnya yang datang untuk berolahraga. Saya termasuk kaum yang beruntung karena hanya dengan berjalan kaki sekitar 20 menitan, saya dan teman-teman kos bisa sampai GSP untuk jogging di Minggu pagi.
  
5. Perpustakaan pusat UGM
Perpustakaan pusat ugm. Sumber: mbah google
Perpustakaan pusat UGM ini merupakan gedung baru. Baru mulai difungsikan pada awal tahun 2012. Letaknya berada di antara rektorat dan GSP. Sebelumnya perpus pusat UGM berada di depan kopma ugm di wilayah sekip. Selama perpus ada di sana, saya hanya sekali dua kali berkunjung karena selain jaraknya yang cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki, saya pun tidak begitu menyukai suasana gelap dan terkesan gedung tua. Surem. Haha.
Dilihat dari lantai 6 perpustakaan. Sumber: koleksi pribadi

Entah karena pertimbangan apa, dibangunlah gedung baru dan memindah perpustakaan pusat di sini. Saya suka suasana yang terbangun di perpus pusat ini. Luas dan terang sehingga ketika berada di dalamnya pikiran terasa longgar dan nyaman, tidak pengap. Banyaknya jendela juga membuat sirkulasi udara dan masuknya cahaya matahari bisa optimal. Terdiri dari lima lantai. Sangat cocok untuk berdiskusi kelompok atau pun belajar sendiri. Pun inspirasi banyak muncul ketika duduk di sini, karena meskipun mungkin kita sendirian tetapi ada banyak mahasiswa lain yang beraktivitas di sana sehingga tidak terasa sepi.
ada space outdoor juga lho
Ruang belajar. Sumber: koleksi pribadi

Hampir setiap hari saya memilih perpus pusat ini sebagai tempat untuk mengerjakan skripsi. Saya memang tidak pernah mengerjakan skripsi di perpus fakultas, bahkan saya hanya ke kampus (fakultas) ketika bimbingan dengan DPS (dosen pembimbing skripsi) saja. Percaya lah, ketika kamu sedang mengerjakan skripsi, kamu akan terganggu dengan pertanyaan teman-teman "gimana, apa kabar skripsi?" dan pertanyaan itulah yang membuatmu galau. Jadi saya memilih untuk menghindar dari teman-teman supaya bisa fokus dengan skripsi saya. Ya sesekali bolehlah datang ke kampus, ketemu teman-teman, dan menyaksikan ujian pendadaran dari teman seangkatan. Mungkin itu juga akan memicu semangatmu untuk segera menyusul teman seangkatan yang sudah lulus duluan. Hiks.
Senja di puncak perpustakaan. Sumber: koleksi pribadi
Bergaya di tembok atap tertinggi. Sumber: koleksi pribadi
Satu tempat lagi di perpustakaan pusat ini yang semacam menjadi tempat wajib kunjung: atap perpus. Lantai ke-enam perpus adalah atap, berbentuk balkon terbuka. Di sana kita bisa melihat sekitaran pusat UGM dari ketinggian lantai 6. Kita bisa merasakan hembusan angin yang langsung menerpa tanpa terhalang pepohonan. Kita pun bisa melihat keluasan langit lengkap dengan semburat jingga saat menjelang tenggelamnya matahari. Apalagi ketika semua itu berpadu dengan adzan maghrib. Sangat syahdu dan membuatmu sangat dekat dengan Tuhan.

Itulah tempat-tempat yang menjadi saksi perjalanan hidupku selama 5 tahun ini dan masih akan menjadi saksi perjalanan hidupku selama 2 tahun kedepan :). Tidak menutup kemungkinan juga kalau mungkin ada penambahan tempat yang sering dikunjungi selama kuliah di tulisan edisi mendatang, tempat yang mungkin akan sering kukunjungi selama 2 tahun kedepan *wink* 
Psikologi UGM '08

Kamis, 12 September 2013

Sebuah Harga Menghargakan Menghilangkan

Kamis, 12 Sept 13

Terkadang ada hal yang harus dibayarkan atas apa yang kita lakukan. 
Ada harga yang kita dapatkan dari sekedar melepaskan harga lain. 
Kita memilih harga, kita mendapatkan harga. 
Lantas harga yang mana yang layak kita pertahankan, 
dan harga yang mana yang harus kita relakan mengantri di belakangnya? 
Semua tentang harga. 
Dan bukankah kita cukup berharga?