Rabu, 25 Januari 2012

Aurora

Aurora terjadi ketika partikel bermuatan dari matahari berinteraksi dengan atmosfer paling atas bumi, lalu dalam proses itulah melepaskan cahaya. Partikel-partikel disalurkan ke wilayah kutub bumi dengan medan magnet planet. Cahaya ini muncul karena adanya energi elektron tinggi yang bertabrakan dengan atom oksigen dan molekul nitrogen.












Situs-situs tayangan aurora:
Aurora Max

The Nature of Jokkmokk

Virtual Tromso

Aurora Live

Badai Matahari


TEMPO.CO, Jakarta - Badai matahari adalah siklus rutin yang dijalani pusat tata surya Galaksi Bimasakti. Badai terjadi ketika matahari mengeluarkan gelombang elektromagnetiknya ke luar orbit yang dicirikan dalam aktivitas ledakan-ledakan.

Menurut dosen astronomi Institut Teknologi Bandung Dhani Herdiwijaya, ledakan matahari bisa terlihat dari Bumi melalui petunjuk adanya bintik matahari di permukaan sang surya. Bintik tersebut melambangkan dalam permukaan matahari yang membara akibat sedang terjadi letupan-letupan. "Seperti hubungan pendek arus listrik atau korsleting," ujar dia saat dihubungi Rabu, 25 Januari 2012.

Korsleting di pusat tata surya tentu berbeda dengan sekadar korsleting lampu. "Energi yang dipancarkan besar sekali," papar Dhani. Energi dalam bentuk gelombang inilah yang mengalir menembus aneka planet. Mulai dari yang terdekat dengan matahari, yaitu Merkurius, lalu ke Venus, dan Bumi hingga habis energinya.

Sepanjang perjalanan, gelombang ini diikuti oleh Ejeksi Massa Korona, yaitu lontaran massa dari korona matahari, terutama proton, dengan kecepatan tinggi. Karena mengandung proton berkecepatan tinggi, Dhani menuturkan, gelombang tersebut bisa merusak apa yang dilewatinya, termasuk satelit komunikasi hingga satelit Global Positioning System (GPS).

"Semakin tinggi posisi satelit, semakin riskan kena pengaruh gelombang," kata Dhani. Begitu pula sampah-sampah antariksa juga bisa berubah posisi karena sambaran Ejeksi Massa Korona. Pada kejadian badai matahari 23 Januari kemarin, khusus untuk Indonesia tidak terlalu terasa dampaknya.

Tapi, Dhani mengingatkan, tahun depan kemungkinan terjadi puncak siklus badai matahari. "Artinya, frekuensi ledakan paling banyak karena bintik matahari juga semakin bertambah," ujar dia. Dampak dari badai matahari di 2013 bisa terasa pada puncak siklus ataupun setelah badai. "Biasanya terjadi pada kuartal awal tahun atau semester pertama," ucap dia.

Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2012/01/25/061379558/Bagaimana-Terjadinya-Badai-Matahari

Senin, 23 Januari 2012

Radio Randomness

Senin, 23 Jan '12
11.19 pm

Malam tak terlalu dingin. Entah aku begitu saja tergerak untuk menyapa blog ini. Padahal aku nggak tahu mau nulis apa. Biar sajalah jari-jariku ini lebih fasih mengeja kata daripada benak yang bicara. Jadi kalau ada hal-hal yang nggak nyambung bin aneh, random, nggak jelas, abaikan saja. Anggap sajalah aku ini sedang meracau pada dinding kamar (*penyakit yang g pernah sembuh dari dulu, wkwkwk).

Usai UAS memang rada jet lag. Habis belajar ala prokrastinasi alias sistem kebut semalam dan tiba-tiba saja tidak ada materi kuliah yang dibaca. Hm, mungkin sebenarnya ada, banyak malah, tapi emang males aja si sebenarnya, pakai alesan jet lag segala nih!

"So this is what you mean, this is how you feel, this is how you see, this is how you breathe." Satu baris lagu, yang entah lagunya siapa saat ini sedang diputar di radio. What you mean? Terkadang ucapan kita, perilaku kita, ekspresi kita dimaknai berbeda oleh orang lain. Menyenangkan-tidak menyenangkan. Biasa-berlebihan. Terkadang kita dituntut untuk pintar-pintar membaca akan menimbulkan makna seperti apa ucapan, perilaku, dan ekspresi kita bagi orang yang sedang kita ajak berinteraksi.

How you feel? Rasa. Kalau bicara rasa, rasa nggak akan pernah punya makna yang sama. Suatu hal yang terlihat monoton dan itu-itu saja pun sebenarnya tidak sememprihatinkan itu. Tetap ada rasa yang berbeda yang hadir di setiap keberadaannya. Jadi kalau ada yang bilang "rasaku masih sama seperti dulu", itu hanyalah bualan semata. Rasa nggak akan sama, ada sensasi yang menjadikan setiap "gigitannya" berbeda.

How you see? Pernah ada pepatah yang bilang what you see is what you get. Itu masalah persepsi. Bagaimana kamu memandang suatu hal ataupun seseorang. Nggak semua hal hadir sebagaimana wujudnya. Artinya, nggak semua hal atau seseorang itu sebagaimana yang kamu lihat pada bentuk luarannya saja. Pahami secara mendalam dan kau akan menemukan berbagai bentuk yang tak terlihat. Kita menyebutnya pesona. Bentuk sebuah payung mungkin terlihat biasa saja, namun ada yang mungkin sangat menyukai bentuk sebuah payung itu karena ia melihat payung tidak sekedar kain tak tembus air, berbentuk melengkung, dan bisa melindungi kita dari terpaan hujan. Ia melihat bentuk lain yang mempesona yang ada pada payung tersebut. Bisa jadi payung itu punya nilai historis baginya. Who knows?

How you breathe? Nafas. Kita seringkali tidak benar-benar menyadari bahwa kita bernafas. Setiap berapa detik sekali kita menarik nafas, menyerap oksigen yang ada di sekitar kita. Kemudian sekian detik kita menahannya dalam tubuh kita. Dan kemudian beberapa detik kemudian kita menghembuskan karbondioksida dari dalam tubuh. Bahkan saat kita beristirahat, nafas tidak pernah ikut beristirahat. Pernahkah kita berterimakasih padaNYA karena memberi kita nafas ini, memenuhi ruang ini dengan oksigen yang tak pernah habis padahal kita senantiasa menghembuskan oksigen. Tarikan nafas yang sangat sepele dan terkadang hanya gerak reflek saja dan tidak kita sadari benar-benar. Hembusan nafas yang sarat muatan tanggung jawab kita atas kehidupan ini.

Dan baris lirik dalam lagu itu terus mengalir. Tapi aku hanya mampu menguraikannya sampai di satu baris itu saja. Aku nggak tahu lagu itu sebenarnya menceritakan tentang apa. Sumpah, lirik yang bisa tertangkap dengan mudah oleh telingaku hanya satu baris itu. Latihan listening, haha..No, apapun makna sebenarnya lagu itu, aku punya makna sendiri dalam satu barisnya itu.

Hm..so what's next? Help me to find the words..Radionya udah ganti acara eh..sekarang yang keputer lagunya five for fighting yang A Hundred Years. Hm, sama seperti lagu sing tak bahas sebelumnya, aku juga nggak ngerti ini ceritanya kayak mana. Tapi mending lah, aku tahu judul sama penyanyinya. Haha.Masuk playlist all time favorite songs-ku malah. Easy listening aja lagu-lagunya five for fighting tu. Recomended lah. Malah promosi, haha..Anyway, gimana ya rasanya hidup sampai seratus tahun? Hewan ada nggak si yang hidupnya sampai seratus tahun? Kalau pohon si jelas ada. Dinosaurus? apa kabar itu? Coba kalau spesies dinosaurus masih ada sampai sekarang, asyik kali ya, bisa diajak foto bareng, habis itu minta tanda tangan. haha. Tapi yang Brontosaurus aja, nggak mau yang T-rex ah, serem bisa dibabat habis kita sama dia. Tapi..kalau Brontosaurus masih ada sampai sekarang, pohon-pohon bakal habis, apalagi yang tinggi+rimbun. Terus, bumi jadi meranggas dan makin panas. Nggak asyik. Ah, Tuhan memang keren banget merencanakan semuanya :)

Wow, 12.51 am sekarang. Bonjour tout le monde! Comment allez vous? Saatnya off. Terimakasih ya Allah atas berkah yang Kau limpahkan hari ini. Semoga bermanfaat dan semoga hari esok lebih baik dari hari ini.

PS. Song on the radio: Judika - Akulah Yang Kau Sakiti (nggak tau ini bener judulnya apa bukan,pokoknya ada kata-katanya itu, asal comot aja. haha)

Jumat, 06 Januari 2012

Pengamen, Orang-orang Terminal, dan Cinta

Jum'at, 6 Jan '11
10.20 am

"Dan kita masih duduk di atas roda yang berputar" (Pengamen bis, 2011)

Maaf aku mengawali tulisan ini dengan kata-kata yang diucapkan seorang mas-mas pengamen bis Ramayana jurusan Semarang-Jogja hari Kamis kemarin. Kata-kata yang membuatku sedikit terhenyak. Mungkin terdengar biasa saja, tidak ada yang istimewa dan pengamen itu pun selalu mengucapkan kata-kata itu di akhir lagunya sebagai pesan agar berhati-hati dan ucapan doa agar selamat sampai di tujuan.

Tapi ada yang mengusik pikirku kala sang pengamen mengucapkan kalimat pamungkasnya sebelum ia menyodorkan kantong kosong bekas bungkus permen kepada penumpang. Benar kata pengamen itu, kita masih duduk di atas "roda kehidupan" yang berputar. Terkadang kita bisa duduk di atas, tapi kita juga bisa jadi duduk di bawah. Dan ketika kita duduk di atas roda yang berputar, kita harus mengikuti perputarannya. Caranya? Dengan menjaga keseimbangan atas apapun yang terjadi dalam hidup kita. Agar kita tidak terlempar, terjatuh, atau terhuyung dan kehilangan arah.

Lantas ketika berganti bis dari Magelang menuju Kutoarjo, otakku tak berhenti mempercakapkannya. Berawal dari kejadian yang kutemui saat singgah di terminal Tidar Magelang untuk menunaikan ibadah ashar. Ada seorang bapak-bapak yang mengamati jajaran sepatu di halaman mushalla. Yang pertama kali terbersit dalam benakku adalah pikiran buruk tentang bapak-bapak itu, berhubung ini adalah terminal bis yang segala macam kriminalitas bisa saja terjadi. Aku terus mengamatinya dari dalam mushalla. Hingga bapak itu mengambil sepatu ibuku dalam tentengannya. Ibu masih sholat. Hampir saja aku menghampirinya untuk menegur. Langkahku terhenti di tengah jalan dan terpaku. Ternyata bapak-bapak itu menyemir sepatu ibuku yang mungkin terlihat kotor dan berdebu. Aku terduduk kembali dan merasa bersalah atas prasangka burukku. Bapak itu menggosokkan sikat yang telah diberi semir pada sepatu milik ibuku, diulanginya lagi hingga beberapa kali.

Lantas ketika kami akan melanjutkan perjalanan dan menanyakan berapa ongkos penyemiran sepatu itu, bapak itu dengan tulus menjawab "seikhlas'e mawon, Bu". Jlegeer! Ada godam yang menghantam batinku. Bapak itu menyemir sepatu tanpa diminta dan tanpa menetapkan tarif atas jasanya itu. Aku semakin merasa bersalah, karena lagi-lagi aku sempat berpikir bapak itu menggunakan trik paksaan untuk mendapatkan uang dengan menyemir tanpa izin semacam itu. Astaghfirullah, maafkan aku, Tuhan.

Kemudian di dalam bis yang masih mangkal di depan terminal, masuklah seorang anak kecil yang meminta sumbangan pada penumpang yang ada di situ. Sebelum memberikan uang, anak kecil itu diajak ngobrol dulu sama ibu. Ternyata anak kecil itu duduk di bangku kelas 3 SD, uang hasil ia meminta-minta itu ia gunakan untuk bekal sekolahnya. Sungguh seorang anak yang tidak seharusnya mendapatkan uang dengan cara meminta-minta seperti itu. Begitu anak itu turun, dia langsung berlari menghampiri teman-teman seperjuangannya dan berteriak kegirangan. Fenomena yang ironis. Apa yang sebenarnya terjadi dengan anak itu? Keceriaan dalam kesusahan hidupnya ataukah keceriaan karena mendapatkan uang dengan semudah itu?

Tak lama kemudian beberapa pedagang asongan bergantian masuk, termasuk bapak-bapak penjual gethuk (semacam gethuk trio tapi mereknya beda) yang awalnya tidak menarik perhatianku tapi karena suatu hal, ia jadi membuatku tertarik dalam pemikiran. Bapak-bapak itu tipikal pedagang yang menggunakan trik berkomunikasi yang baik dalam menjajakan dagangannya (bagi sebagian kita itu dianggap pemaksaan). Memang terkesan sedikit memaksa, tapi secara halus. Sambil ngobrol sama ibu, bapak itu meyakinkan bahwa gethuk yang dibawanya itu baru datang, harganya hanya setengah harga dari yang dijual di toko, dan tidak pakai pemanis buatan. Untuk membuktikannya bapak itu menyarankan untuk mencicipi gethuk dagangannya itu. Awalnya ibu menolak tapi sambil terus ngobrol, hingga ke masalah biaya sekolah yang makin melangit. Anak bapak itu sekolah SMA dan biaya masuk SMA negeri saja sekarang mencapai 3juta. Itu baru biaya masuk, belum biaya bulanan dan biaya lain-lainnya. Atas dasar itu, mungkin, ibu akhirnya tergerak membeli. Selain karena harganya murah (4ribu isi 10 bungkus), terdorong rasa prihatin juga dengan kehidupan bapak itu. Setelah ibu membeli, beberapa penumpang yang tak jauh dari tempat perbincangan pun ikut membelinya. Entah karena memang bermaksud membeli atau punya alasan yang sama dengan kami. Lantas ibu tersenyum padaku dan bilang, "Ibu seneng gethuk'e laris". Aku ikut tersenyum senang. Ada rasa haru yang merayap. Ada pikir yang mengusik. Tentang perjuangan orang-orang dalam keterbatasan hidupnya. Tentang mencintai.

Pikiran tentang mencintai ini melahirkan percakapan-percakapan yang ramai dalam otakku. Betapa cinta itu menyeluruh dan datang dari hal yang sekecil apapun. Bapak itu berjualan gethuk karena rasa cintanya pada keluarganya, ibu membeli gethuk karena rasa cintanya pada pedagang gethuk itu.

Kamu pikir Tuhan menciptakan kita karena apa? Salah satunya mungkin untuk melengkapi deprivasi (kekurangan) yang ada pada orang lain/makhluk Allah lain ketika kita mampu untuk melakukannya. Cinta adalah ketika kita memberi tak harap kembali. Analogi yang kutemukan selama perjalanan Magelang-Kutoarjo adalah seperti kita memelihara hewan. Bukan maksudku menyamakan orang lain dengan hewan, tapi justru dengan anologi itu yang paling mengena di dasar pikirku sekarang. Misalnya kita memelihara ikan hias. Kita rela mengeluarkan uang untuk memberi ikan itu makanan beserta vitaminnya. Kita pun rela mengeluarkan uang untuk menghias akuarium biar tampak indah dan ikanpun senang. Kalau dipikir, untuk apa sih kita melakukan semua itu hanya untuk seekor ikan yang tidak bisa membantu kita, boro-boro membantu, diajak ngomong aja nggak bisa! Apakah kita merasa sia-sia? Tidak. Itulah cinta. Kita mencintai ikan itu, memberikan apa yang dibutuhkan olehnya untuk bertahan hidup, dan kita tidak mengharapkan balasan apapun darinya. Bahkan kita merasa amat sedih ketika ikan itu mungkin terpaksa kita jual. Padahal dengan menjual ikan itu, kita mendapatkan uang, kan? Tapi cinta tidak bisa melakukannya.

Kalau dipikir, kita justru dirugikan secara materi, waktu, dan tenaga oleh sang ikan. Toh, ikan tidak bisa memberi kita penghasilan. Toh, ikan tidak bisa membantu memecahkan masalah yang kita hadapi. Toh, ikan tidak bisa memberi tanggapan ketika kita ajak berbincang. Lebih baik dijual atau dibuang saja biar beban hidup kita berkurang. Tapi sekali lagi cinta tidak bisa melakukannya. Cukup dengan kita melihat tingkahnya yang lucu, walaupun aku yakin ikan itu sama sekali tidak bermaksud bertingkah demikian (melucu) di depan kita, kita akan merasa bahagia. Cukup dengan melihatnya bertumbuh, walaupun tujuan ikan makan itu untuk mempertahankan hidupnya dan sama sekali bukan untuk membahagiakan kita, kita tidak bisa berhenti tersenyum bahagia. Bahkan ketika kita "curhat" kepada ikan padahal kita tahu tanggapan sang ikan cuma bisa mangap-mangap nggak jelas dan sama sekali tidak bisa memberikan alternatif solusi kepada kita, kita bisa merasa lega dan tiba-tiba saja punya solusi. Kita bisa dengan bangga menceritakan kepada teman-teman bahwa solusi atas permasalahan itu didapat berkat seekor ikan yang jelas-jelas beda "dunia". Itulah cinta.

Termasuk ketika kita mencintai orang lain. Meskipun berbeda "dunia". Meskipun mungkin secara kasat mata orang itu tidak memberikan keuntungan apapun untuk kita, tapi sebenarnya darinyalah kita justru mendapatkan sesuatu yang jauh lebih berharga dari yang sekedar kasat mata. Seperti kita mencintai para pedagang asongan, mencintai pengamen kecil, mencintai sahabat-sahabat kita.
Lantas di akhir perjalanan, aku menambahkan satu kalimat lagi dalam quote of the day:

"Dan kita masih duduk di atas roda yang berputar karena kita tidak punya alasan untuk tidak mencintai segala hal yang ikut berputar bersamanya" (Me and pengamen bis: the collaboration, 2011)


PS. Izin mengambil gambar ya Mbah Guk (baca: Google), terima kasih!
Song of the day: You - Jim Brickman ft. Tara MacLea. For a bunch of people in my life, thanks for showing me another real world :)