Jumat, 19 Desember 2014

Berawal dari Petualangan Sherina

Jum'at, 19 Desember 2014

Selamat ulang tahun Universitas Gadjah Mada. Sukses selalu ya, semoga semakin dapat mencetak lulusan-lulusan yang handal, cerdas, dan bermartabat :)

Karena ini hari ulang tahun UGM, saya menonton ulang film anak-anak Petualangan Sherina. Nah lho apa hubungannya? Adaa, bisa-bisa aja disambungin, percaya aja sik.

Mulanya saya nggak tahu kenapa tetiba kepengin banget nonton Petualangan Sherina. Jadilah saya nonton film itu untuk ke sekian puluh kalinya, sambil leyeh-leyeh siang hari panas-panas. Sumpah, nggak pernah bosen saya sama film satu ini. Sangat menginspirasi dan jujur menjadi tonggak impian saya dalam beberapa hal. Gilee sampai segitunyaa cobaa. Biar rada dramatis gitu aja sik.

Saya nonton film itu pertama kali sekitar akhir kelas 4 SD atau nggak awal kelas 5. Pokoknya pas masih baru-barunya itulah. Semua itu berkat bapak saya, big thanks to him :). Jadi ceritanya, beberapa waktu sebelumnya itu saya membaca liputannya di majalah Bobo. Pas baca, saya udah pengin nonton tapi apa daya bioskop di Purworejo udah habis kebakaran. Nah, secara kebetulan, bapak saya mendapat undangan menghadiri pertemuan kesenian di Jakarta, di mana setiap peserta akan mendapatkan CD film Petualangan Sherina gratis. Saya udah seneng banget gilak. Tapi karena suatu hal, bapak ndak jadi menghadiri. Bapak tahu saya kecewa, makanya untuk mengobati kekecewaan saya, bapak membelikan CD film Petualangan Sherina di Purworejo. Waktu itu harganya lebih mahal dibandingkan film-film yang lain, maklum, masih baru kan. Makanya thanks to him banget lah.

Semenjak nonton film itu, saya jadi terobsesi sama banyak hal. Tentu saja obsesi-obsesi itu datang dari alasan yang sangat-sangat sederhana dan lucu. Namanya juga anak kecil *innocent*. Obsesi yang paling ridiculous adalah saya jadi pengin kuliah di UNPAD hanya gegara saya pengin bisa sering-sering main ke kebun teh! Hahaha..konyol abis. Soalnya di film itu terlihat sangat menyenangkan di kebun teh dengan hembusan angin dan pemandangan yang menakjubkan

Itu mungkin kenapa hari ini saya pengin banget nonton petualangan sherina. Karena ternyata saya disesatkan oleh Allah kuliah di UGM. Disesatkan ke jalan yang benar. Tsaaah.
Dan akhirnya saya pun menginjakkan kaki ke perkebunan teh untuk pertama kalinya pas PKPP di Malang kemarin ini, tahun 2014. Thanks God.
Kebun Teh Lawang, Malang

Terus, saya juga jadi kepengin bisa main piano gara-gara salah satu adegan Sherina lagi nyanyi sambil main piano. Kayaknya keren gitu kalau bisa main alat musik, dan piano itu suaranya mendamaikan.




Terus, saya juga jadi terobsesi punya rumah yang atapnya bisa buat duduk-duduk. Saya jadi menyukai tempat-tempat tinggi di mana saya bisa melihat keluasan sekitar dan merasakan hembusan angin.
Dan itu baru terwujud (sebagian) saat kuliah. Kamar kos saya ada di lantai 2, yang depannya ada balkon. Jadi sampai sekarang saya sering duduk di balkon depan kamar, sekedar memandangi langit atau menikmati malam. Makanya saya betah kos di sini dari tahun 2008! hahaha. Atap perpus pusat UGM juga jadi tempat favorit, sayang, sekarang sudah ditutup untuk umum. So sad.

Teruus, saya jadi pengin punya lampu tidur yang dalemnya bisa gerak muter itu. Bagus banget bayangan yang kepantul ke dindingnya.
Tapi apa daya, saya aja takut gelap, gimana lampu itu bisa fungsi maksimal kan yah?

Terus saya juga jadi pengen berada di padang rumput yang luas dan ada danau di tengah-tengahnya. Sepertinya sangat nyaman dan mendamaikan duduk di sana


Terus bintang. Gara-gara waktu melarikan diri dari penculik, si Sherina dan si Sadam sembunyi di Boscha dan di sana Sadam nerangin tentang bintang, saya jadi suka ngeliat bintang.
Makanya dulu pas jaman SMA, waktu demen-demennya baca teenlit, saya sampai fotocopy novel tentang rasi bintang yang ada di perpustakaan sekolah! Nawaitu banget yah. Saya pun sejak kuliah jadi sering nongkrong di balkon sampai larut malam.

Terus yang ini rada susah dijangkau juga nih. Gara-gara liat behind the scene film di bagian credit tittle, saya dulu jadi pengin bisa bikin film. Asyik sepertinya. Itu dulu, keinginan jaman SD. hahha.


Teruus, saya juga sejak itu jadi sering mempertanyakan hal-hal yang ada di dunia ini, gara-gara lagu Lihat Lebih Dekat. "Mengapa bintang bersinar? Mengapa air mengalir? Mengapa dunia berputar? Lihat segalanya lebih dekaat.." Saya jadi mulai banyak pertanyaan-pertanyaan tentang hidup. Rada bermuatan filsafat sebenarnya begitu saya menyadari di kemudian harinya. Dulu kan memang saya sempat kepikiran pengin masuk jurusan filsafat, hard to believe memang :p

Saya dulu juga suka niruin kata-katanya Sherina. "Heh, pengecut, sini kalau berani!". Haha. Waktu itu saya bermusuhan dengan beberapa anak tetangga saya, sejak saya pertama kali pindah ke rumah itu. Nah, pernah pas papasan, mereka ngejek-ngejek dari kejauhan. Terus saya bilang aja ke mereka, persis seperti yang diucapkan Sherina ke Sadam itu. Njuk mereka diem setelah saya ngomong itu. Hahahaha.. so ridiculous.

Haaah..dunia anak-anak dunia meniru dan film memang sangat mempengaruhi kehidupan anak-anak. Bahkan mungkin terbawa hingga dewasa. Like I am. Hahaha

Senin, 15 Desember 2014

Anak Kecil VS Orang Dewasa dalam Hubungan









Hubungan Sedang Bermasalah? Going Through It!

sumber: google

Hidup itu nggak pernah lepas dari yang namanya masalah. Kalau kamu ngeluh kenapa selalu ada masalah, mending akhiri aja hidupmu. Termasuk dalam menjalani hubungan, masalah akan selalu datang serupa dua sisi mata uang.

Pernah denger yang namanya putus? Masih percaya dengan istilah putus baik-baik? Yang namanya putus itu jelas nggak dalam keadaan baik-baik, kalau baik ngapain putus gaes? Nah, sebab putus adalah adanya masalah di mana keduanya sudah tidak mau lagi berusaha menyelesaikan masalah itu. Dan pernah denger juga yang namanya berantem? Yup, hello..masih ada yang menganggap berantem dalam hubungan itu adalah hal yang buruk? Bangun woi, hal yang buruk itu justru ketika ada masalah tapi tidak diselesaikan!

Kebanyakan dari kita cenderung tidak menyukai emosi-emosi tertentu yang tidak menyenangkan seperti marah dan sedih. Menghindarinya dengan membuang jauh-jauh masalah, bukannya melalui masalah untuk kemudian bisa merasakan emosi positif. Makanya ada orang putus-nyambung tuh ya karena itu, ketika ada masalah, males menyelesaikan dan memilih untuk putus. Kalau udah sama-sama lupa sama masalahnya lalu minta balikan lagi. Begitu kena masalah lagi, putus lagi. Nyambung lagi. Udah muter-muter aja di situ. Masalahnya tetap ada, enggak dinegosiasikan sih.

Kalau kamu menjalin hubungan cuma mau seneng-senengnya aja, itu model pacaran anak abege labil. Jadi kalau kamu ngakunya udah kuliah dan masih seperti itu, balik ke jaman SMA aja deh ya. Kalau tujuanmu pacaran untuk nyari kebahagiaan, kamu tersesat. Karena ujungnya ya tadi itu, bakalan gampang putus-nyambung. Bayangkan kalau sampai suami-istri seperti itu, orang bisa menikah puluhan kali selama hidupnya. gilee.

Semakin bertambah usia harusnya kedewasaan juga meningkat. Sudah ngerti dan fasih dengan yang namanya negosiasi dalam konflik. Hubungan yang dewasa itu dapat menjadi sarana untuk belajar menghadapi masalah, belajar berkomunikasi, belajar berbagai emosi. Tuhan menciptakan banyak emosi lho, sayang banget kalau kamu cuma mau merasakan emosi positif aja tanpa mau merasakan yang pahit-pahitnya. Mau kecewa, mau marah, sedih, berdebat, lalui saja semua itu. Karena di situlah terjalin komunikasi dan saling memahami. Ketika salah satu merasa marah tapi tidak dikomunikasikan, tidak ada perbaikan ke arah yang lebih baik dalam hubungan itu.

Yang namanya hubungan itu terjadi di antara dua orang kan? Kalau marah, kecewa, dan sedih itu berakhir dengan perpisahan, berarti gagal, karena cuma mau merasakan emosi itu sendirian. Berproseslah bersama, melalui berbagai emosi itu bersama-sama, bukan sendiri-sendiri. Hubungan yang baik bukanlah yang selalu merasa nyaman dan bahagia bersama. Hubungan yang baik adalah hubungan yang mampu berproses bersama, going through it apapun yang akan ditemui selama hubungan itu. Memang nggak nyaman ketika merasakan emosi-emosi negatif itu. Tapi emosi-emosi itu pun nyata adanya di dunia ini, dan kita sebagai manusia harus bisa berdamai dengan mereka. Emosi-emosi negatif itu juga butuh diterima oleh kita sebagai manusia.

Kecuali memang kalau kalian terlibat hubungan yang tidak mungkin, seperti beda agama, restu orang tua, dan menjalin hubungan dengan istri/suami orang. Kalau ketiga hal itu aman, go ahead guys! Berproseslah!

Kamis, 11 Desember 2014

Supernova: Novelnya atau Filmnya nih?

Baru saja malam ini saya menonton premier Supernova di Jogja bersama dua orang sahabat karib. Jujur saya merating 5 untuk kategori film Indonesia yang bergenre serius. Saya mengenal Supernova seri pertama itu sejak SMP. Waktu itu bulik saya yang punya bukunya. Saat liburan sekolah dan saya menginap di rumah bulik, saya membaca Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Saya tidak membacanya hingga tuntas, hanya sampai halaman belasan atau nggak dua puluhan. Saya tidak paham dengan ceritanya, entahlah seingat saya sepertinya alurnya membingungkan. 

Saya tidak meminjam buku itu dari bulik. Pun dengan Supernova seri setelah setelahnya yang selalu dikoleksi oleh bulik, saya tidak kepikiran untuk mencoba membaca ulang. Sampai Dee menerbitkan Recto Verso pada saat saya kuliah semester 1, itulah pertama kalinya saya membaca karya Dee secara utuh. Dan saya suka. Sampai kemudiannya Dee menerbitkan Perahu Kertas, saya pun baca. Dan saya tidak suka. Ah, perahu kertas terlalu picisan. Recto Verso masih menempati urutan pertama dari karya Dee. Oh ya, membaca Filosofi Kopi pun saya tidak begitu mendapatkan feelnya. 

Tapi saya masih belum melirik seri Supernova. Entahlah, dalam angan-angan saya, Supernova terlalu sulit untuk dijangkau pemahamannya. Saat semua lini masa memperbincangkan pembuatan film Supernova, saya pun sambil lalu saja. Sampai seorang kawan karib mengajak saya untuk menonton premiernya Supernova. Saya mengiyakan, kebetulan saya sedang selo. Awalnya saya merasa biasa aja, tidak terlalu berekspektasi dengan film itu. Tapi pada saat menonton, perlahan saya terpukau. Baru kali ini saya benar-benar menikmati film Indonesia dewasa dari segi content cerita sekaligus penggarapannya. Dan saya baru tersadar. Ini film nyikologis, beneran. Maknanya sangat dalam. Pun sangat realistis, tidak seperti film Indonesia kebanyakan yang utopis atau idealis. Tetiba saja saya jadi merutuki diri, kenapa enggak dari dulu pas SMP itu saya melanjutkan membaca? Ke mana aja saya ini! 

Film ini bisa dipahami, tidak begitu rumit. Ini saya jadi merasa Supernova efeknya berkebalikan dengan harry potter bagi saya. Di Harry Potter, saya lebih dulu menonton filmnya. Saya nggak paham. Ketika saya kemudian membaca novelnya saat SMA (bayangkan, Harry Potter yang muncul sejak saya kelas 6 SD, saya baru membacanya saat kelas X!), baru saya pahami cerita Harry Potter itu. Tapi Supernova ini, saya paham menonton filmnya, justru nggak paham dengan novelnya. Rancu juga si sebenarnya. Saya tidak bisa memastikan. Apakah filmnya lebih mudah dipahami dibandingkan novelnya, atau sebenarnya ketidakpahaman saya dengan novelnya itu simply karena saya masih terlalu muda saat membacanya dulu? Entahlah. Yang jelas, saya akui, penggarapan film ini keren. Pergolakan-pergolakan batinnya sangat kental. Saya kok merasa penggarapan film ini membuka cakrawala baru di dunia perfilman Indonesia, berbeda dengan film-film Indonesia yang lain yang menurut saya kurang greget nggarapnya. Atau saya aja yang selama ini kurang menjelajah film-film Indonesia? Haha.  Penggarapan film seperti ini mengingatkan saya akan penggarapan film Flipped, banyak melibatkan lintasan-lintasan pikiran tokohnya. Dan saya suka model penuturan film yang semacam itu, makanya saya bilang keren :-p. 

Tapi penilaian saya tentang penggarapan filmnya jangan cepat dipercaya juga karena nggak fair. Kalau ditanya perbandingannya dengan novelnya, saya jelas nggak bisa jawab sekarang kan. Biasanya nih sejauh ini, film Indonesia adaptasi dari novel, di mana novelnya sudah saya baca sebelumnya, saya akan kecewa dengan filmnya. Lebih bagus novelnya. Jauh. Tapi sekarang, film Supernova ini, bisa jadi bagi saya penggarapannya sangat memukau tapi bagi orang yang sudah membaca novelnya ia akan kecewa. Sangat mungkin terjadi, bukan? Bagaimana denganmu?