Jumat, 21 Maret 2014

Pahlawan Kecil F18/c

Sabtu, 22 Maret 2014

Di zaman yang kelihatannya jarak sosial semakin dekat, bahkan hampir tak berjarak dengan adanya teknologi, masih tersisa gelintir orang yang menciptakan jarak nyata dengan orang yang dianggap lebih rendah secara sosial.

Salah satunya seperti yang terjadi antara pemilik kos saya dengan mbak Yah. Mbak Yah adalah seorang mbak-mbak yang bertugas membersihkan kos setiap dua hari sekali. Mbak Yah ini adalah pembantu yang paling lama bekerja di kos saya dibandingkan dengan mbak-mbak yang terdahulu. Sepanjang hampir 6 tahun saya tinggal di kos F18/c, pembantu kos sudah beberapa kali ganti. Pertama kali masuk kos adalah seorang ibu-ibu (maaf, saya tidak tahu namanya) yang masih tergolong tetangga kos. Rumahnya hanya berbeda blok dengan kos saya. Ibu itu datang untuk membersihkan kos setiap pagi. Hanya sekitar dua tahun masa kepemimpinan ibu itu, kemudian beliau mengundurkan dirinya. Kemudian, diganti dengan mbak-mbak (ini beneran mbak-mbak atau malah saya curiga dia seumuran dengan saya). Dengan mbak-mbak muda ini, saya jarang bertegur sapa karena mbak ini datangnya siang di jam-jam saya kuliah. Hanya sesekali kalau pas kebetulan ketemu, saya melempar senyum padanya. Hanya sebatas itu. Mbak ini tidak terlalu bersih kerjaannya jika dibandingkan dengan ibu-ibu sebelumnya. Oh ya, sejak ibu itu mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pembantu kos, sampai sekarang saya masih suka bertegur sapa dengan beliau jika kebetulan papasan di jalan.

Mbak-mbak muda ini tidak bertahan lama, hanya dalam hitungan bulan yang tak sampai habis hitungan satu tangan, mbak ini tidak lagi pernah datang. Untuk urusan sampah, sesekali Mas Repsol (anak pemilik kos yang dipasrahi penuh terhadap urusan kos, nama disamarkan) yang ngambilin. Kami para anak kos sering nyinyir jika itu terjadi. Yah, bagi yang pernah kos, setidaknya tahulah apa lagu paling klise untuk konflik hubungan anak kos dan pemilik kos.

Setelah itu, datang mbak-mbak baru. Ibu-ibu sebenarnya, tapi kami memanggilnya Mbak. Mbak Yah. Mbak Yah bekerja untuk Pak Sandal (pemilik kos, nama disamarkan, ayah dari Mas Repsol) sejak Pak Sandal memiliki dua rumah kos di Jogja ini. Pak Sandal sendiri tidak bertempat tinggal di Jogja, beliau berada di Temanggung sehingga untuk masalah kos diserahkan kepada Mas Repsol. Mbak Yah seorang pembantu yang mengurusi dua rumah gedhe-gedhe. Mbak Yah disediakan kamar tempat tinggal di kos yang baru (daerah Pogung). Mekanisme kerja Mbak Yah tetap harian. Pagi-pagi Mbak Yah diantar Mas Repsol ke kos saya, kemudian siangnya setelah selesai, mbak Yah kembali ke Pogung dengan naik angkot. Siang hingga malam beliau mengurusi kos Pogung.

Tapi kegiatan antar-mengantar itu tidak bertahan lama. Lama-kelamaan, Mbak Yah disuruh untuk berangkat dan pulang sendiri. Pemberian uang untuk mengangkot juga hanya terjadi di awal-awal bekerja saja. Gaji Mbak Yah sangat kecil, 250ribu/bulan untuk dua rumah. Mbak Yah kemudian memutuskan untuk berangkat dan pulang dengan berjalan kaki demi menghemat uang gajinya. Padahal jarak antara kos saya dan kos Pogung jauh, sekitar 30-45 menit jika ditempuh dengan jalan kaki. Dan itu harus dilakukannya setiap hari.

Pada bulan Ramadhan yang saya lupa tahun kapan itu, Mbak Yah sempat bercerita dia akan mengundurkan diri dari kos F18/c. Beliau merasa terlalu capek jika harus bolak-balik kuningan-pogung dengan berjalan kaki setiap harinya. Beliau mau mengurus satu rumah saja yaitu pogung. Kami mendukung penuh rencana Mbak Yah. Bukan kami jahat tidak mau lagi melihat Mbak Yah menginjakkan kaki di kos kami. Bukan, sama sekali bukan. Kami merasa kasihan kepada Mbak Yah yang kecapekan dan bergaji kecil sehingga kami pikir sudahlah kos F18c biar kami saja yang gantian piket membersihkannya.

Libur lebaran semua pulang kampung. Begitu saya balik kos, saya kaget karena ada Mbak Yah. Ngobrollah saya dengan beliau. Ternyata ketika Mbak Yah mengemukakan keinginannya untuk mengurus satu rumah saja, Pak Sandal dan keluarga mendatangi rumah Mbak Yah di Klaten untuk menjemput Mbak Yah agar mau bekerja lagi di dua kos itu. Akhirnya Mbak Yah bersedia dengan syarat datang ke kos F18c setiap dua hari sekali saja agar tidak kecapekan bolak-baliknya. Dan seperti itulah keputusan akhirnya.

Kami anak kos dekat dengan Mbak Yah, sering mengobrol. Saya sendiri (terutama saat-saat saya menjadi mahasiswa akhir yang cenderung selo, apalagi saat sudah lulus, atau jika sekarang weekend saya berada di kos) sering cerita-cerita dengan Mbak Yah. Yaa meskipun saya sambil sesekali ngutik-ngutik laptop dan Mbak Yah dengan sapunya duduk di depan pintu kamar saya. Sudah, mengobrol di situ, curhat, becandaan, kadang sampai lama. Kadang jika saya punya makanan kecil, saya angsurkan ke Mbak Yah supaya ikut ngemil bersama saya.

Pertengahan tahun lalu, Pak Sandal resmi membuka satu rumah kos lagi di Jogja. Kabarnya, itu dulunya bekas gereja yang entah tidak lagi dipakai entah dibeli oleh Pak Sandal. Mbak Yah hingga saat ini mengurusi tiga rumah dengan gaji 500ribu. Kami tahu semua itu dari cerita-cerita yang dituturkan Mbak Yah.

Miris mendengar curhatan Mbak Yah tentang kehidupannya. Perjuangan kaum bawah yang susah payah mengais repih-repih kehidupan yang sebisa mungkin didapatkannya. Kekontrasan yang nyata antara apa yang terjadi pada Pak Sandal dan Mbak Yah. Ada jarak begitu jauh yang sengaja diciptakan oleh Pak Sandal, termasuk jarak sosial dan moral sebagai manusia.

Mbak Yah memang bukan siapa-siapa. Beliau hanyalah pembantu yang bekerja di kos saya. Tugasnya memang hanya menyapu,mengepel, mengambil sampah dari bak sampah masing-masing anak kos, dan membersihkan kamar mandi. Tapi Mbak Yah bagai hadir dari sisi lain bentuk kehidupan. Layaknya dewi penolong yang diutus Tuhan untuk mengajarkan kepada kami banyak hal dari hal yang kecil di sekitar kita. Tentang moral, tentang manusia, dan tentang kerasnya hidup. Mungkin kami anak kos tidak pernah bisa membantu Mbak Yah secara finansial ataupun mengadukan keluhan-keluhan beliau kepada Pak Sandal, tapi biarlah kami menjadi tempat sampah Mbak Yah agar pikiran Mbak Yah tidak kepenuhan atau meledak saking banyaknya hal yang harus dipikirkannya.


PS. Tulisan ini ditulis ketika melihat Mbak Yah datang ke F18/c.

Posting.x-sun.net

Baru-baru ini saya baru saja mengetahui ada fasilitas khusus yang bisa digunakan untuk posting blog melalui ponsel. Ada situs khusus di posting.x-sun.net. Tadi siang saya baru mencobanya. Postingan saya sebelum ini pada awalnya saya buat melalui handphone. Saya ketik dari awal sampai akhir (kecuali bagian lirik lagunya). Liriknya saya copypaste waktu di kampus kemudian saya save di draf. Sepulang kuliah saya melanjutkan kembali tulisan itu hingga selesai.Saya klik 'publish' dan muncul lembar login kembali. Saya bingung kenapa diminta login lagi? Lalu saya coba cek di daftar posting dan ternyata tulisan tambahan saya itu tidak ke save.

Saya marah tulisan saya ilang. Saking marahnya, saya jauhkan handphone sejauh mungkin dari jangkauan saya dan beralih kepada seperti kebiasaan saya, laptop. haha. Saya ngetik ulang dengan segala keterbatasan memory otak saya di laptop.

Dan postingan ini entah dianggap jayus ataupun terlalu memaksa, saya hanya ingin mengganti kekecewaan tadi sore dengan keberhasilan posting tulisan ini via ponsel di posting.x-sun.net

Sekian dan salam random

Suara Hati Seorang Pemuja Cinta (Mine by Petra Sihombing ft Ben Sihombing)


Girl your heart, girl your face is so different from them others
I say, you're the only one that I'll adore
Cos everytime you're by my side
My blood rushes through my veins
 And my geeky face, blushed so silly yeah, oh yeah
And I want to make you mine

Baby I'll take you to the sky
Forever you and I, you and I, you and I
And we'll be together till we die
Our love will last forever and forever you'll be mine, you'll be mine

Girl your smile and your charm
Lingers always on my mind I'll say
 you're the only one that I've waited for
And I want you to be mine

Baby I'll take you to the sky
Forever you and I, you and I, you and I
And we'll be together till we die
Our love will last forever and forever you'll be mine, you'll be mine

***

Lirik lagu so sweet menye-menye debutan kakak beradik ganteng Petra Sihombing dan Ben Sihombing ini berjudul "Mine". Jika kita sempat mengamati reffrain lagu ini pernah menjadi soundtrack iklan sebuah aplikasi sosial media wechat. Namun tentu saja lagu ini sudah terlebih dulu wira-wiri di radio.

Sebelumnya saya mengenal Bang Petra melalui lagunya yang berjudul "Inilah Cintaku". Kedua lagu ini memiliki kemiripan. Jika kita membayangkan seorang pecinta yang mengungkapkan perasaan cinta kepada kekasihnya dengan petikan gitar, di sanalah sosok Petra kita temukan.

Petra hadir untuk menyuarakan isi hati seorang anak dengan gejolak jiwa mudanya memuja seorang perempuan atau lelaki idamannya. Terlepas dari memfavoritkan atau menyinyir lagu ini, lagu-lagu semacam ini merupakan gambaran nyata keberadaan satu fase hidup yang terjadi pada anak manusia dalam rentang tahap perkembangan hidupnya.

Selasa, 11 Maret 2014

Sweet Sixteen!

Selasa, 11 Maret 2014
11.15 pm

"Lebih baik di sini, rumah kita sendiri. Segala nikmat dan anugerah yang kuasa, semuanya ada di sini. Rumah kita..."
(Rumah Kita - God Bless)

Happy Birthday my house.. Hari ini 16 tahun yang lalu saya dan keluarga saya resmi menempati rumah yang sampai sekarang kami tempati ini. 11 Maret 1998. Wow, kalau hitungan usia manusia, rumah saya sudah tergolong remaja, masa-masa puber. Haha.

Nggak kebayang, begitu banyak hal yang terekam di rumah itu. Kehidupan saya, mbak, bapak, dan ibu. Oh ya, dan bahkan kehidupan beberapa kucing yang datang silih berganti, suka menetap selama beberapa bulan lamanya. Rumah saya bukanlah rumah yang besar, hanya setara dengan type 36 kurang lebihnya. Bukan pula rumah dengan kualitas bangunan yang bagus dan kokoh. Beberapa dindingnya sudah mulai retak-retak. Beberapa langit-langit sudah mulai bocor. Pojokan langit-langit juga banyak yang berlubang sebagai tempat wira-wiri tikus. Sudah tua. Rumah yang mungkin bagi sebagian orang tidak nyaman tinggal di sana. Rumah yang mungkin pun tinggal menunggu waktu untuk roboh.

Tapi bagi saya, esensi dari rumah adalah "home" bukan "house". Rumah adalah tempat di mana kamu bisa merasa pulang. Tempat yang di sanalah kamu merasa hangat. Dan semua itu di dapat dari orang-orang yang menempatinya. Orang-orang yang penuh kehangatan. Keluarga. Rumah dan keluarga saya sudah menyatu. Dan mungkin, satu-satunya alasan mengapa rumah saya masih berdiri hingga sekarang, itu karena energi yang terpancar dari kehangatan orang-orang di dalamnya memberi rumah saya kekuatan untuk berdiri. Bukankah kayu itu paling bisa menangkap energi? Semoga kehangatan itu akan tetap terpancar. House - home - family.

That is love.
  

Akhirnya Punya Identitas

Selasa, 11 Mar '14
3.10 pm

Akhirnya saya punya KTM! Haha. Setelah hampir satu setengah semester kuliah, baru siang ini KTM ada di tangan saya. Jelas sudah identitas saya sekarang :p. Sebenarnya sih, KTM sudah bisa diambil sekitar bulan Oktober atau nggak November tahun lalu, tetapi karena jadwal kuliah full dari jam setengah 8 sampai jam setengah 5, praktis tidak ada waktu lagi untuk mengambil KTM. Oke, sebenarnya bukan cuma faktor jadwal kuliah saja, tetapi juga dibumbui oleh alasan kemalasan, karena toh, teman-teman saya yang lain bisa mengambil KTM sejak dulu-dulu. Mereka menyempatkan diri di sela-sela jam istirahat dzuhur+makan siang untuk pergi ke DAA. Tetapi karena saya merasa sayang untuk tidak menggunakan jam istirahat sebagai waktu bersantai, dan dengan dikendalikan pikiran "ah, belum butuh ini", jadilah seperti ini, saya baru punya identitas sekarang ini. It's okay. 

Tadi siang, mumpung jadwal kuliah kosong, saya meniatkan diri saya untuk mengambil KTM. Bagi mahasiswa yang telat mengambil KTM, tidak diambil di DAA, tetapi diambil di BNI MM UGM jakal. Cukup jauh jika ditempuh dengan jalan kaki sebenarnya, membutuhkan waktu sekitar 25-30menit dari kampus saya. Karenanya, menuju ke sananya saya menebeng teman saya yang kosnya ada di jakal kemudian baru pulangnya saya jalan kaki.

Ini kedua kalinya saya memasuki kampus MM UGM. Pertama kalinya dulu saat bersama teman-teman S1  sekelas diundang untuk kuliah umum antropologi di sana. Pertama saya langsung terpikat pada masjidnya. Berada di atas kolam, dan tanpa tembok. Dulu saya hanya berkesempatan untuk melewatinya saja. Baru tadi siang itu, saya berkesempatan untuk sholat Dzuhur di sana. Nyaman sekali untuk sholat. Bisa merasakan semilir angin, pun bisa memandangi kolam sambil berdzikir selepas sholat. Cocok untuk merenung dan melepas penat. Sayang saya tidak membawa kamera sehingga tidak bisa saya taruh di sini.

Oke, kembali pada KTM. Sekarang saya punya 2 KTM: KTM S1 dan KTM S2. Lho, yang S1 kok enggak ditarik? *senyum* beruntungnya saya, karena jaman saya wisuda, KTM tidak dilubangi, pun tidak ditarik. Teman-teman yang wisuda setelah saya mendapatkan KTM S1nya yang sudah dilubangi sebagai tanda sudah tidak berlaku. Karena saya beruntung, selama 10bulan selepas saya lulus, saya masih bisa meminjam sepeda kampus. Tunjukkan KTM, bilang ke mana tujuannya, sudah beres dapat kunci sepeda. Agak curang ya sebenarnya, tapi memang KTM saya kan masih berlaku karena tidak ada lubangnya, mhihihi :p 

KTM sekarang. It's 75, again, same as yours :)



















KTM S1. Nomer cantik, NIU dan NIF punya rima angka 20. Meski udah buluk, tp masih utuh loh :p


PS. Apakah ada perbedaan rupa yang signifikan antara saya tahun 2008 dan saya di tahun 2012? Please check. hahahaha

Selasa, 04 Maret 2014

Film Addict

Selasa, 4 Mar '14
10.17pm

Malam ini saya bingung menonton film apa. Film yang tersisa di folder saya yang belum ditonton tinggal yang thriller. Dan malam ini saya sedang ingin menonton yang ringan-ringan saja, dalam rangka berusaha memijak pada tanah, if you know what i mean.  Sebelum saya sempat menemukan film menarik apa yang bisa saya tonton (lagi), justru saya tiba-tiba tersadar betapa saya sangat keranjingan nonton film sampai-sampai hampir semua film dalam folder saya tidak hanya sekali tonton, bahkan ada yang sampai lebih dari 5 kali tonton tetap menarik bagi saya.

Saya memang sudah dikenalkan untuk menonton film sejak sekitar kelas 2 atau kelas 3 SD. Saya ingat waktu itu, hampir setiap malam minggu, bapak dan ibu mengajak saya dan kakak saya jalan-jalan ke kota (kabupaten) kemudian menyewa VCD. Sebelum itu pernah 2 kali saya diajak menonton Pinocchio dan Jurrasic Park di bioskop di kota. Setelah terjadi kebakaran (atau dibakar?) bioskop, barulah bapak dan ibu saya beralih mengajak saya menyewa VCD yang kemudian ditonton di rumah. Pada tahun-tahun itu persewaan film baru ada di purworejo, belum merambah ke kutoarjo jadi hanya bisa menyewa film pada saat weekend sambil jalan-jalan. Enggak sih, naik angkot jalur A, bukan jalan, haha.

Film yang dipinjem jelas film anak-anak macam "Cat and Dog", "Airbud", "Freewilly", dan film-film yang tokohnya hewan macam itu, atau yang tokohnya anak-anak kayak "Alice in Wonderland", "Marry Poppins", "Secret Garden" dan sebangsa itu aku tidak bisa mengingat semuanya. Mungkin itulah sebabnya saya jarang tahu film-film kartun yang diputer di televisi. Bapak saya memang tidak mengizinkan saya terlalu banyak menonton kartun karena suara dubbingnya tidak enak didengar. Kartun yang lumayan kadang-kadang saya tonton hanyalah sailormoon, doraemon, dan dragonball. Sudah itu saja. Itu pun hanya kadang-kadang dan makin jarang sejak saya lebih menyukai film-film sewaan itu yang tidak di dubbing.

Saat SMP, di saat sudah mulai jarang meminjam kaset VCD, saya menemukan tempat untuk tetap bisa menonton film. Televisi. Setiap hari senin malam selasa jam 21.00 di RCTI dan setiap hari kamis malam jumat jam 22.00 di SCTV. Film-film box office. Jadilah saya punya kebiasaan baru dua kali dalam seminggu saya menonton film di televisi dan kebiasaan saya tidur tengah malam dimulai saat itu, kelas 1 SMP. Film yang diputar pada hari itu bergenre horror atau thriller, dan saya ketika menonton selalu mengajak ibu saya meskipun ibu juga menemani sambil tidur. Seingat saya film box office itu hadir setiap hari di jam itu tetapi dengan genre yang berbeda-beda. Dan saat itu saya menyukai film-film horror dan thriller. Jangan-jangan diam-diam saya punya bakat psikopat yang terpendam sejak SMP nih. haha :p

Kebiasaan itu terus berlanjut, meski pada saat SMA kebiasaan tidur tengah malam saya hampir terjadi setiap hari karena jika tidak dihabiskan dengan menonton film box office itu, larut malam saya gunakan untuk mendengarkan radio. Masa SMA ini saya merasakan fungsi televisi hanyalah untuk menonton film box office, menonton berita, dan sebagai figuran teman makan malam bersama keluarga. Sudah, selebihnya itu televisi mati. Orang tua saya memang tidak membiasakan anak-anaknya menonton televisi terlalu lama pun juga selektif terhadap acara yang ditonton. Saya pikir alasannya benar juga mengingat acara televisi juga banyak yang tidak mendidik. Toh akhirnya saya lebih kepincut pada radio ketimbang televisi. Saya lebih kepincut pada musik ketimbang sinetron, kartun, gosip artis, ataupun F1 (jaman SMA moncer banget tuh F1). Makanya jika teman-teman saya suka membahas sebuah sinetron atau kartun atau apapun itu acara televisi yang lagi hot, saya sering nggak ngerti. Sedih sih sebenernya tapi lha wong memang nggak menarik e..

Masuk kuliah, punya laptop, makin gencar lah aktivitas menonton film. Hampir setiap weekend atau pas selo nggak ada tugas, saya dan temen-temen kos patungan buat menyewa film. Kebetulan deket kos ada persewaan film. Ha lha yo wis, memang jodoh. Kebetulannya lagi, kuliah saya sering analisis kasus dari film sehingga referensi saya tentang film makin bertambah, terutama film thriller. Saking seringnya saya menyewa film, berakibat rusaknya CD Room laptop saya. Kata mas-mas waktu servis, optik atau semacam magnet yang buat ngebaca kepingan CD udah ilang karena terlalu sering digunakan sehingga nggak detect lagi. Analoginya kayak magnet di simcard, kalau kita sering buka-pasang simcard lama-lama magnetnya ilang dan nggak kebaca di handphone kan? Nah seperti itulah kira-kira.

Saya sempat desperate dan beranggapan bahwa ini tanda dari Tuhan biar aku nggak terlalu sering nonton film. Selama beberapa waktu saya menghentikan kebiasaan menonton film. Tapi ternyata nggak berlangsung lama, karena kemudian kami berpindah menyetel filmnya di laptop teman saya, dan saya juga mengopy-nya lewat flashdisk biar bisa saya tonton ulang di laptop saya sendiri sewaktu-waktu. Sebelum-sebelumnya sih memang kalau filmnya bagus selalu saya copy ke laptop, tetapi untuk urusan mengeplay keping CD film sebelum-sebelumnya sering menggunakan laptop saya karena hanya punya sayalah yang 14 inch, yang lainnya netbook yang tidak ada CDroom'nya dan punya teman saya yang menjadi sasaran nonton film selanjutnya itu laptop 13 inch.

Makin lama di Jogja, makin paham di warnet-warnet mana yang punya persediaan film cukup lengkap dan update. Nah mulai saat-saat menjadi mahasiswa akhir yang selo banget, di situlah kemudian saya dan teman-teman kos mengoleksi film untuk ditonton diwaktu-waktu senggang ataupun pas stress banyak tugas macem sekarang ini. Tidak pernah lagi menyewa keping CD film karena selain harga sewanya lebih mahal dibandingkan ketika pergi ke warnet selama sejam untuk mengopy film, juga karena kapasitas file dari VCD/DVD lebih banyak dibandingkan file film-film download'an yang ada di warnet sehingga bisa lebih hemat secara kapasitas juga. Dan itu berlanjut hingga sekarang.

Kadang-kadang sih, saya jadi kasihan sama televisi di rumah. Rusak sejak saya masih masa-masa galau skripsi dan dibiarkan saja teronggok di atas meja. Memang sih, seperti yang saya bilang tadi, televisi tidak mendapatkan animo di mata anggota keluarga saya. Praktis semenjak saya di jogja, di mana berarti hanya ada bapak dan ibu berdua saja di rumah, televisi tidak pernah menyala. Bapak lebih suka menggunakan internet (streaming atau youtube) dan ibu saya menimbrung saja apa yang ditonton oleh bapak. Televisi baru akan menyala ketika saya dan kakak saya pulang ke rumah dan di waktu-waktu makan bersama. Selesai makan, televisi langsung dimatikan. Makanya, nggak heran kalau ketika televisi di rumah rusak, tidak ada yang berinisiatif memperbaiki atau membeli yang baru. Kasihan si televisi *pukpuk*. Tapi lebih kasihan lagi kalau beli lagi yang baru tetapi tidak pernah digunakan sama sekali, itu akan lebih merendahkan harga diri si televisi kan yah? Jadi yasudahlah, toh tayangan televisi sekarang makin kacau. Toh kalau mau update berita atau pengetahuan bisa juga via internet :)

Jadi, gimana? Ayo katanya mau nonton film malam ini, jadi nggak? Yuk, nonton yang ringan-ringan saja lah sebagai penghantar tidur..