Selasa, 24 Juli 2012

Do You Remember Me, Like I Remember You?

Selasa, 24 Jul '12 
10.00 pm

"Swarin, hari, boy,,, inget g thn lalu kita buka di lapangan blkg rumah rozaq,,"

Sms dari Mbak Pam tertanggal hari ini jam 5.25 pm. Butir bening seketika meleleh saat membaca barisan kalimat itu. Ya. Aku tak pernah melupakan saat itu. Bahkan aku masih bisa mengingat warna dan aroma yang menguar dari senja menjingga kala itu.

16 Agustus 2011. Belum genap satu tahun yang lalu. Awalnya, aku hanya mencari tempat inspirasi untuk menggarap tugas KKN. Rencana awal adalah di daerah atas, sekalian ngabuburit ceritanya. Tapi karena waktu yang tidak memungkinkan untuk mencapai atas, Mbak Pam punya ide untuk ke sebuah lapangan yang terletak di belakang rumah Rozaq. Okelah ke sana. Hanya berempat yang mau ikut: Mbak Pam, Hari, Boy, dan aku. Lalu ide itu tercuat. Untuk buka puasa bersama di lapangan. Sebungkus es dan beberapa potong gorengan.

Masih ingatkah kalian, suasana yang tercipta kala itu? Senja, lantunan adzan Maghrib, rumput, langit, angin, dan sahabat. Entah, bagiku perpaduan semua hal itu membawa romantisme tersendiri. Di situ, aku benar-benar merasakan ada sulur-sulur hangat yang mengalir dan enggan pergi. Saat kita duduk melingkar beralaskan rumput. Saat kita menyantap makanan berbuka. Saat kita berada di tengah lapangan. Saat kita berbagi cerita. Saat kita saling menatap. Terasa hangat. Dan bahkan, Tuhan pun meniupkan cintaNya untuk turut hadir di tengah-tengah kita kala itu. Saat mendengar lantunan Adzan Maghrib, aku benar-benar merasakan bahwa Allah tengah memeluk kita erat.

Aku bahkan masih ingat, saat itu aku ketakutan. Kalian bercerita tentang hal-hal yang tak nampak. Beberapa kali aku terpaksa menjauh dari kalian, agar tak mendengar. Aku memang penakut, dan kalian memanfaatkan itu (*tersenyum geli). Di jalan pulang, kalian tak henti-hentinya menakut-nakutiku. Aku tutup telinga, aku merajuk agar kalian menghentikannya. Tapi kalian tetap saja meneruskannya. Boy, kau yang paling getol menakut-nakutiku! (Haha). 

Tapi jujur, meski aku ketakutan setengah mati, meski mungkin aku teraniaya saat itu, aku tetap saja merasa senja itu penuh dengan romantika. Ada warna dan rasa yang tak punya nama. Sesuatu yang khas. Kalian membuatku merasa disayang. Entah, mungkin hanya aku yang berlebihan. Tapi itu nyata kurasakan. 

Aku kangen kalian. Masih bisakah kita berbuka bersama lagi? Masih bisakah kita berbagi cerita lagi? Masih bisakah aku melihat senyum kalian lagi? Mbak Pam, kau membuatku merasa menemukan sosok kakak, dan aku suka caramu memanggilku (kau tau itu), kapan aku bisa mendengarnya lagi? Hehe. Hari, kau menemukan sesuatu di rumput kah saat mengeksplore lapangan? Haha. Boy, kau paling ahli menakut-nakuti dan pasang tampang horor (bikin berasa main di film thriller. Tapi lebih baik begitu daripada tak menyapaku, tau'. Haha, piss komandan! :P). Tahu nggak si kalian, aku kangen itu semua. Sekarang, setelah setahun berlalu, kita jarang sekali bertemu. Kita tenggelam dalam kesibukan kita masing-masing. Aku kadang nangis sendiri kalau inget kedekatan kita berdua puluh dan warna-warni apa yang tersembunyi di baliknya (yeah, you know that..*nelen ludah). Tak apa. Tapi, ikatan itu jangan pernah putus ya? Apapun yang terjadi. At least, kita pernah saling kenal, kita pernah saling berbagi.

PS. Aku sayang kalian.. :*       
~ Ini kisah tentang kita, pernah menyatu di suatu senja ~

Senin, 09 Juli 2012

Aku Kangen Kamu, Ay..

Minggu, 8 Jul 12
10.28pm

Aku kangen kamu, Ay..
Hampir setahun kita tak bersua. Pasca KKN, kau menghilang. Kita masih sama-sama mengambil kuliah full selama satu semester. Tapi mata kuliah kita berbeda. Kita tak pernah sekelas lagi.


Cahya Aya RuLin
makasi Swarinda Tyaskyesti dah nemenin ubek2 gale nyari sepatu kemarin :3 ahaha pgen yg lucu itu tpi ko 400 T.T huuw...
Like Unlike · · October 20, 2011 at 2:05pm

Shafrida F. Sukoco, Ridwan Kharis Syuhada' II and 3 others like this.
         
Leni Rahmida: Huuuuu g ngjak2...pdhl td aq bwain oleh2 yg buat klian...tp g ktmu...Aya jg abis ktmu lgsg ilang..
October 20, 2011 at 2:30pm
         
Cahya Aya RuLin: T.T woaa mauu mana lenni..... lha aku di perpus sayangg... :(
October 20, 2011 at 2:33pm

Swarinda Tyaskyesti: Sama-sama Ay sayaang..kapan2 kesana lagi beli yg 400rb itu buat aku y?haha..Leni Rahmida, mana oleh2ny? kos'ku masih tetep kok Len,drpd g ketemu2 aku di kampus, :)
October 20, 2011 at 11:21pm

Cahya Aya RuLin: Swarinda Tyaskyesti haha bole besok ya kalo uda up to 70% :P nyahaha
October 23, 2011 at 12:07pm

Leni Rahmida: ada kan up 70% tgl 28-30 ini, di Amplaz tapi
October 23, 2011 at 1:44pm

Cahya Aya RuLin: @Leni Rahmida uda beli len... T.T jangan buat saya kepingin..
October 31, 2011 at 2:22pm
Itu terakhir kita bertemu hingga hari ini. Sejak itu, nomormu nggak aktif. Kau pun tak pernah kelihatan di kampus. Aku membiarkan. Mungkin sibuk, pikirku. Lama-lama, aku kangen kamu, Ay. Kau benar-benar seperti menghilang, meluncur ke planet lain. Berbagai social media yang kau ikuti pun sudah tak lagi kau urusi.

Berulang kali aku mencoba menghubungimu. Aku ingat kau punya beberapa nomor. Sms delivered. Aku tunggu. Tak ada balasan. Aku meneleponmu. Nihil. Nada tersambung, tapi tak ada respon. Aku mulai putus asa. Kubiarkan. Hingga rindu itu membuncah. Aku mencoba menghubungimu lagi. "Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif" Hanya suara operator itu yang kudengar. Dari ketiga nomormu. Parah.

Salahku memang, aku tidak tahu di mana kos'mu. Jarak kos'mu yang jauh dari kampus membuatku belum sempat mengunjungimu. Pun dengan teman-teman yang lain. Tidak ada yang tahu tempat kosmu, tidak ada yang tahu bagaimana cara menghubungimu.

Rumah. Ya. Rumahku dan rumahmu masih satu kabupaten. Tapi, aku pun tak tahu rumahmu. Lagi-lagi jarak. Dan sebelum kuliah, aku dan kamu tak saling kenal. Bahkan, aku mencarimu melalui situs DAA universitas. Data mahasiswa. Status kemahasiswaanmu tidak aktif pada semester 8 ini. Artinya, kamu tak registrasi atau sengaja mengambil cuti. Lantas, aku harus mencarimu ke mana lagi?

Tak hanya satu, dua orang yang menanyakan keberadaanmu padaku. Banyak, Ay. Tiap kali aku ke kampus, ketemu teman-teman, mereka selalu menanyakanmu padaku. Lantas, aku harus menjawab bagaimana? Aku pun kehilangan jejakmu. Bahkan yang paling gila adalah ketika seseorang yang tak kukenal, menghubungiku lewat private message di sebuah social media. Ia menanyakan keberadaanmu! Bagaimana mungkin ia yang sama sekali tak mengenalku (bahkan tak pernah tahu dan bertemu) bisa secara tiba-tiba menghubungiku hanya untuk menanyakan keberadaanmu. Aku tak tahu..dan aku semakin diingatkan bahwa aku kehilanganmu.

8 Juli 2012. Happy Birthday, Ay..Ini hari kamu berulang tahun. Aku nggak ngerti bagaimana caraku mengucapkan selamat padamu? Pada angin? Aku tak yakin ia akan bertiup sampai pada kediamanmu. Pada bintang menggantung di langit sana? Aku tak yakin kau tengah melihat pada langit yang sama.

Aku kangen kamu, Ay. Aku nggak tahu kamu kangen sama aku atau nggak. Atau bahkan mungkin kau sudah tak lagi mengingatku? Pedih. Karena aku mengingat bagaimana kita sering menghabiskan waktu bersama. Menggeje bersama. Kadang beramai-ramai dengan aiy, luhab, dwi, diah, susan, leni. Kadang pun kita hanya melewatkannya berdua saja. Mengerjakan tugas, becanda, membolang bersama. Kau selalu bisa menghidupkan suasana dengan leluconmu yang kadang tak terduga. Tapi terkadang kau pun bisa diam seribu bahasa. Bukan. Bukan karena kau sedih atau sedang ada masalah. Kau diam karena kau terlalu asyik dengan HPmu. Haha. Menyebalkan memang. Kita bersebelahan tapi tak saling bicara. Tapi itu konyol. Dan aku bisa tertawa sendiri kala mengingatnya. Oh ya, kau ingat, kita bahkan punya basecamp. Kamar kosku dan sebuah warung makan murah meriah dekat kosku. Kini, sudah lama kamar kosku sepi. Aku pun ke warung cuma membeli makanan dibungkus. Terkadang rasanya hampa, Ay..

Aku nggak tahu kamu akan membaca tulisanku ini atau nggak. Aku hanya ingin berbagi denganmu lagi. Seperti dulu. Dan aku pikir hanya tulisan ini yang mampu kuhadirkan untukmu saat ini. Semoga kau masih berada di planet yang sama denganku.


PS. Happy Birthday..semoga diberi usia yang berkah. Semoga kau selalu mendapatkan yang terbaik dalam hidupmu.Selalu menjadi Aya yang lebih baik dari hari kemarin..dan menapaki hidup dengan lebih hidup..hidup dengan pemaknaan..lebih dari sekedar menggelinding bersama waktu..dan temukan Allah di setiap hembus nafas.

I miss you so much, Ay..     



Sabtu, 07 Juli 2012

Kau Telah Siap Berlabuh, Kawan

Sabtu, 7 Jul 12
10.53pm

Pagi tadi, satu lagi anak manusia yang melalui fase kehidupan barunya. Menikah. Seorang sahabat dekat. Dalam balutan kebaya merah, ia terlihat bagai bunga yang tengah mekar. Ranum.

Ya. Bunga itu ada di sana. Bersanding dengan lelaki pilihan. Senyum yang senantiasa merekah tak mampu menyembunyikan rasa yang membuncah di dada. Tangan mereka menyatu. Menggenggam harap untuk selalu seiya sekata dalam melabuhkan bahtera kasih sayang. 

Ya. Sahabat kita di sana. Janji suci telah terucap. Kini ia telah menjadi wanita pilihan. Bahagia rasanya menyaksikan sahabat kita bertumbuh dan akhirnya melalui fase baru dalam hidupnya. Satu langkah lagi mendekat menyempurna. Cinta mereka kini selalu disaksikan oleh Tuhan. Pengungkapan cinta yang paling romantis. Tatapan mata yang paling meneduhkan. Pelukan yang paling hangat. Senyum yang paling mendamaikan. Ciuman yang paling lembut. Tak ada yang menyaingi dahsyatnya rasa itu di dunia ini. Karena bahkan, Tuhan pun tak segan turut menyatukan cintaNYA pada dua insan manusia yang berikrar dalam suatu pernikahan suci atas namaNYA. Hingga tak lama lagi sahabat kita menjadi wanita seutuhnya. Ibu. Ah, betapa fase itu menjelma menjadi hal yang paling berharga. Bukankah wanita itu mulia? Bukankah surga itu di bawah telapak kaki Ibu?

Ya. Sahabat kita di sana. Ada setangkup sedih yang menghinggap di dada ini. Bukan, bukan sedih dalam artian tunggal. Bercampur. Entah apa nama rasa itu. Mungkinkah rasa kehilangan? Mungkinkah rasa cemburu? Mungkinkah terlalu jahat jikalau rasa itu hadir? Entah. Terkadang masih melihatnya sama seperti setahun lalu, dua tahun lalu, beberapa tahun lalu. Perkenalan singkat. Bahkan mungkin kenal begitu saja dari teman-teman lain yang saling menyebut nama kita, bukan berhadapan dan mengulurkan tangan. Lantas, waktu membawa kita bergulir melalui putarannya. Kita larut dalam permainan labirin atasnya. Suatu saat, kita bertemu pada titik tawa, canda, dan senyum. Suatu saat lain, kita bertemu pada titik tangis, kecewa, marah. Suatu saat lain lagi, kita memilih untuk menyusuri labirin itu sendiri. Tapi kita juga akan selalu merindukan titik di mana kita saling menyatu. Dan di kala ada yang mulai tersesat, kita membantunya menemukan jalan pulang. Pertemuan. Kita hanyalah anak manusia yang belajar bersama-sama menyusuri labirin itu.

Dan kini, sahabat kita itu telah memiliki labirin baru. Ia menyusurinya bersama lelaki pilihan. Mungkin dengan dua orang anaknya, atau lebih, kelak tak lama lagi. Labirin mereka terbangun jauh lebih indah. Jauh lebih berwarna. Labirin milik kita terlalu kanak-kanak. Penghuninya berkurang satu. Pindah. Labirin itu kini tak akan sama seperti dulu. Ada satu ruang kosong di dalamnya. Apakah ini yang namanya kehilangan? Terkadang melongok pada labirin baru milik sahabat kita. Begitu bercahaya. Apakah ini yang namanya cemburu? Apapun itu nama rasa yang mungkin hadir terasai, pintu labirin kanak-kanak ini akan selalu terbuka untuk sahabat kita itu. Barangkali untuk sesekali menyusurinya kembali bersama-sama. Atau memberi kabar bahagia. Atau bahkan untuk sekedar menyapa.

Untukmu, sahabat, selamat merasai fase kehidupan baru. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Amin.
Bertukar kabarlah pada kami. Kami masih akan bertukar tawa, canda, senyum, air mata. Kami masih akan berputar dalam labirin waktu. Berikanlah senyum terindahmu pada kami. Selalu. Terima kasih atas warna yang kau sapukan pada labirin kanak-kanak ini. You have to remember this: We love you, Annisa Luhabsari :*


Luhab-Eko's Wedding

Selasa, 03 Juli 2012

Kami Masih Bersama Menyusun Keping Mimpi (Setahun Sudah)

Selasa, 3 Juli 12
10.56 pm

Tepat setahun yang lalu. 2-3 Juli 2011. Ya. Setahun lalu. Lembaran itu dimulai. Di tempat itu, aku berucap tekad mengenyam mimpi. Saat itu aku belum sepenuhnya percaya atas apa yang terjadi pada diriku.

Allah memang Maha Mengetahui. Ia menunjukkanku jalan menuju apa yang kubutuhkan. Menuju apa yang selama ini kusebut "mimpi".

28 Juni 2011. Ya. Aku yakin itu namaku yang tertulis di sana. Bersama dengan 25 nama lainnya. Inikah jawaban Allah atas kegundahanku selama ini? Di saat aku mulai melemah, mulai tertatih menyusun keping-keping mimpi itu sendirian, Allah menunjukkan jalan-Nya. Allah tidak membiarkanku sendirian berada di jalan ini. Allah menempatkanku ke dalam suatu wadah. Wadah tempatku menyusun keping-keping mimpi. Wadah yang diharapkan dapat membuatku makin mendekat kepada-Nya.

2-3 Juli 2011. Di tempat yang jauh dari keramaian itu, selama dua hari penuh, kami ditempa. Kami disiapkan untuk memasuki dunia baru kami. Bukan benar-benar baru memang, sebagian besar sudah memulai meski masih terseok, termasuk aku. Sebagian lainnya memang sudah cukup matang berada di dunia itu.

Entah, waktu itu berbagai macam perasaan bercampur aduk. Rasa syukur yang membuncah, terharu, tidak percaya, dan entah rasa lain yang tak punya nama mungkin. Aku yakin, 25 anak lainnya pun merasakan hal yang sama.

2 Juli. Berangkat pagi-pagi sekali. Sampai lokasi, kami dibekali berbagai materi dan motivasi. Sore masing-masing kelompok menampilkan sesuatu. Di sini, canda tawa dan keakraban di antara kami mulai mencair. Dan malamnya adalah hal yang paling berkesan bagiku. Kami menyebutnya istana lilin. Kami duduk melingkar, mengelilingi lilin-lilin yang menyala redup. Lilin yang ditata dengan formasi tertentu sehingga terbaca nama wadah mimpi kami ini. Malam yang penuh perenungan. Perjalanan hidup kita masing-masing, mimpi-mimpi kita, jejak langkah kita, hingga kita bisa berada di sini saat ini. Masing-masing dari kami berbagi pengalaman dan saling berucap harapan. Istana lilin. Hingga satu per satu nyala lilin meredup dan padam. Tak ada lagi nyala yang tersisa. Istana lilin. Sungguh, saat itu, aku merasa Allah tengah memelukku erat. Allahu Rohim.

3 Juli. Hari yang mengaduk-aduk emosi. Kami diajak berselancar dan menyelam dalam berbagai macam emosi. Permainan imajinasi. Masih tentang hidup yang kita jalani. Menguakkan memory. Reminisense. Aku ingat, saat itu, aku hanya ingin bertemu dan melihat wajah kedua orang tuaku. Aku ingin memeluk mereka. Ada suatu amanah lain dari dunia kuliah yang harus kujalani selama dua bulan penuh mulai keesokan harinya. Dan aku hanya ingin bertemu kedua orang tuaku sebelum aku menjalaninya. Aku ingin mengucapkan bahwa aku sangat mencintai mereka. Tapi aku tak bisa pulang. Aku tak bisa memeluk mereka hingga keberangkatanku esok hari. Dan..saat aku mendengar suara mereka dari seberang telepon, lidahku kelu. Linang bening sudut mata menetes. Entah. Materi hari itu hanya mengingatkanku pada bapak dan ibu. Mereka jua lah yang selalu membangunkanku kala terjatuh saat menyusun keping-keping mimpi itu. Karena mereka punya keping mimpi yang sama. Lantas, adzan Maghrib mengiringi kepulangan kami ke rumah masing-masing. Acara itu selesai. Kami menyebutnya pdkt. Banyak hikmah yang kami dapatkan dari sana.

Kini kami ada dalam satu wadah besar. Di pundak kami masing-masing kini memikul sebuah amanah. Tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan tanggung jawab kepada Allah tentu saja. Untuk melanjutkan menyusun keping mimpi. Kini tak lagi sendirian.

3 Juli 2012. Hari ini. Tepat setahun. "Lantas apa yang sudah kau buktikan kepada dunia,hei ilalang kecil?" Kataku di depan cermin. "Sudah cukup banggakah kau sekarang dengan namamu dalam wadah itu, sehingga kau terlena?"

Aku menciut. Sudah. Cukup untuk hal-hal yang membuatmu terlena. Sudah saatnya kamu bangkit, menyusun keping dengan lebih mantab dan terarah. Amanah terbesarmu adalah berjuang menyusun keping mimpi di jalan Allah.
Ya Allah, tuntunlah kami dalam menapaki jalan hidup yang Engkau pilihkan untuk kami ini agar dapat mencapai ridho-Mu. Amin. 

PS. Jalan kita masih panjang, kawan. Tetaplah bergandengan tangan, berjuang bersama-sama. Allah is always with us. Keep fight, keep smile! Allahu Akbar! 


FLP Generasi XIII

 

Senin, 02 Juli 2012

Gadis Itu Bernama Chita

Minggu, 1 Juli '12

Howdy,howdy! Kali ini aku pengen cerita something funny. Bisa dibilang lucu, bisa dibilang memprihatinkan, bisa juga dibilang luar biasa. Ini pertama kalinya aku menceritakan tingkah polah saudara sepupuku. Namanya Tegar dan Ega. Kakak beradik. Masih SD. Tegar naik kelas 5 dan Ega naik kelas 2.

Hari Minggu siang mereka datang bersama ibunya (bulikku). Ketika kedua sepupu sedang asyik bermain komputer bersama bapak, sang bulik bercerita tentang perbedaan sifat kedua anaknya.

Pertama Tegar. Tegar ini anaknya cenderung pemalu kepada lawan jenis. Suatu saat sepulang sekolah, Tegar ini mengeluh kepada ibunya kalau ia jijik melihat teman perempuannya.
"Mak, Anggi ki jian, njijiki banget. Huek. Njijiki banget pokok'e. Hiiih!" (Ma, Anggi menjijikkan sekali. Huek. Pokoknya menjijikkan. Hiiih!)
"Kenapa? Korengen?" (korengen adl bekas luka)
"Ora. Anggi mosok nganggo kathok cekak banget!" (Nggak. Masak Anggi pake' celana pendek banget-hotpant!)
"Halah. Paling kowe yo seneng, ndelokke terus to?" (Halah. Palingan kamu juga seneng, ngliatin terus to?)
"Hiih, ora. Njijiki malah!" (Hiih, nggak. Menjijikkan malah!)
Kesimpulan dari percakapan itu adalah Tegar tidak suka dengan perempuan yang mengumbar tubuhnya. Meski agak-agak rancu juga. Itu pertanda dia benar tidak suka atau karena belum suka aja? Mengingat usia yang masih belia? -__-

Lain dengan kakaknya, Ega justru cukup populer di antara teman perempuannya. Pernah pulang sekolah, Ega sudah disamperin sama dua cewek temen sekelasnya. Setelah ganti pakaian, Ega pergi main sama temennya itu. Entah ke mana. Ketika Tegar pulang sekolah, ibunya nanyain Ega main ke mana (mereka satu sekolah).
"Kae isih pacaran. Njagong'e dempet-dempetan," jawab Tegar sambil lalu. (Itu masih pacaran. Duduknya mepet).
-__-

Sementara itu, ada satu orang anak perempuan kecil yang usianya satu tahun di bawah Ega. Namanya Chita. Di lingkungan tempat tinggal mereka, hanya Chita yang seumuran dengan Ega. Jadi ceritanya mereka sering main bareng. Chita sering main ke rumah Ega untuk mewarnai bersama. Ega ini seringkali menyiksa Chita. Menyiksa di sini dalam artian disuruh-suruh, bahkan bisa sampai main tangan.Dan Chita'nya mau-mau saja. Poor Chita..Pas Chita udah capek jadi orang yang disuruh-suruh mulu sama Ega, Chita ngambek dan bilang sama ibunya kalau nggak mau main lagi sama Ega. Tapi keesokan harinya, dari halaman rumahnya, Chita udah kembali berteriak-teriak memanggil Ega. Udah ngajak main bareng lagi aja tu anak! Haha. Dan Chita pun kembali rela disuruh-suruh.

Suatu hari, Tegar tidak tega melihat Chita yang menderita. Ia pun memanggil Chita untuk bermain bersamanya saja. Ketika Chita berjalan menuju ke arah Tegar, Ega sontak berteriak "Chita! Mrene! Karo aku wae!" (Chita! Sini! Sama aku aja!) Woot,woot..ungkapan rasa cemburu kah? Anak sekecil itu? Aduuuh.. #geleng-geleng kepala.

Oh ya, ada satu lagi. Tapi aku lupa tokoh perempuan ciliknya siapa. Intinya suatu hari Ega pernah foto berdua dengan salah seorang perempuan. Fotografer dan koreografernya adalah pamannya Ega. Si Paman ini agak-agak nakal, sengaja mengarahkan gaya pose foto sehingga tampak seperti dua bocah yang lagi ciuman, padahal senyatanya tidak sedang ciuman. Entah disadari atau tidak, Ega sangat suka dengan hasil foto yang satu itu. Bahkan, Ega mengajak patner perempuannya itu untuk berkunjung kembali ke rumah pamannya agar difoto lagi. Gubraaak! Ada-ada aja ini bocah!

Tapi teteep..patner in crime'nya Ega adalah Chita. Pokoknya, kalau terlalu sering bersama Chita, Ega kesal dan tidak suka. Tetapi ketika udah lama nggak ketemu, tak urung, Chita-lah orang yang paling dicari oleh Ega. Begitu pula dengan Chita. Kalau terlalu capek dinakali, Chita tidak suka dengan Ega. Tapi giliran lama nggak lihat, bakalan nyari juga.

Hmm..could it be love? Ya. Tapi cinta di sini bukan layaknya cinta yang dialami kaum remaja dan galauers kebanyakan. Cinta di sini masih dalam arti luas dan murni. Tidak ada tendensi yang mengarah kepada intimacy. Yang mereka rasakan hanyalah berbagi. Atau mungkin yang sebenarnya terjadi adalah bibit-bibit cinta intimacy itu sudah mulai tertanam dalam otak anak-anak akibat dari pendidikan yang mereka terima? Pro dan kontra. Abu-abu.

But, apapun itu, tingkah laku anak-anak terkadang sangat menggelikan ketika kita memandangnya dari kotak orang dewasa. Mungkin apa yang dialami Tegar sama Ega itu biasa aja bagi lingkungan pergaulan mereka. Karena mereka berperilaku sesuai apa yang mereka rasakan. Tapi bagi kita yang udah lebih gedhe, tentu membayangkan kalau hal itu terjadi pada orang-orang seusia kita, yang berperilaku dengan didasari pemikiran, lebih dari sekedar rasa. And that's very funny, you know. Hahahaa...

Sampai ketika mereka pamit pulang, aku sempat menggoda Ega "salam ya buat Chita!" Haha.
#Piss sepupu