Selamat hari kebangkitan nasional! Semoga semangat untuk bangkit dari segala macam bentuk keterpurukan selalu menjiwa dalam diri kita :D
Tanggal kebangkitan nasional ini mengingatkan saya akan sesuatu. Dan anehnya beberapa hari belakangan ini juga pikiran saya berkutat tentang hal itu. Bermula dari beberapa hari yang lalu ketika saya mengurus sesuatu di kampus. Secara kebetulan saya bertemu dengan kakak tingkat yang dulu juga satu organisasi. Sebut saja namanya Mbak K. Saya jadi ingat suatu kisah dalam satu fase hidupnya di mana dia terpuruk dan menghambat prosesnya menyelesaikan skripsi. Di saat saya mencapai tahap-tahap akhir dalam mengerjakan skripsi, dia masih berada di tengah-tengah (well, info itu saya dapat dari budhe'nya yang kebetulan ketemu di jalan dan mengobrol). Padahal dia angkatan dua tahun di atas saya. "Sejak dia putus sama pacarnya, dia jadi males-malesan nglanjutin skripsinya," begitu tutur budhenya kala itu.
Oh ya? Saya sendiri sebenarnya mengenal mantan pacar mbak K itu, sebut saja namanya mas A. Dia juga satu organisasi dengan saya. Mereka juga berada dalam satu organisasi lain di mana saya tidak ikut di dalamnya, sebut saja organisasi T. Sejauh pengamatan saya dan menurut cerita-cerita yang saya dengar dari teman-teman, mereka ini pasangan yang ideal. Sungguh nyaris sempurna. Kecuali satu, beda agama. Mbak K beragama katholik dan mas A adalah seorang protestan. Keduanya kristen memang, tapi dalam perkembangan sejarahnya dulu (masa martin luther, kalau tidak salah ingat), kristen itu kemudian pecah menjadi 2, yaitu kristen katholik dan kristen protestan. Dan segala macam aturan dan hukum-hukumnya berbeda, sudah menjadi dua agama yang berbeda, bukan lagi sekedar tataran aliran.
Sementara itu, di organisasi T tersebut, ada sepasang lagi yang juga memiliki nasib yang sama. Sama-sama beda agama dan sama-sama lebih tua ceweknya selisih setahun. Sebut saja Y dan mbak L. Y adalah teman seangkatan saya, agamanya Islam. Sedangkan mbak L beragama protestan. Mereka pun disebut-sebut sebagai pasangan yang serasi. Nah entah karena apa, mungkin karena terlalu senasib, mereka putusnya pun bareng-bareng. Beberapa waktu setelah putus semuanya, secara mengejutkan saya mendapat kabar bahwa mas A sekarang jadian dengan mbak L. Nah lho! Kok semacam menikung ya? Mereka semua satu organisasi pulak! Tapi dengan begitu semuanya ada di jalur kebenaran. Mas A dan mbak L satu agama, protestan, sehingga hubungan mereka bukanlah hubungan terlarang. Yah, Tuhan memang lebih mengerti yang terbaik untuk kita.
Hikmah itu pun menyambar dalam kehidupan saya. Satu fase dalam hidup saya pernah hampir terjebak dalam cinta beda agama, semasa saya sekolah. Sistem plotting kelas yang diberlakukan oleh sekolah saya adalah dengan mengelompokkan siswa-siswa yang beragama non-islam ke dalam satu kelas dari total 6 kelas. Sekolah saya adalah sekolah umum, bukanlah sekolah yang berbasis agama. Tapi memang kebijakannya seperti itu, mungkin untuk memudahkan jadwal pelajaran agama, agar siswa yang beragama non mendapatkan pelajaran agama mereka di waktu yang bersamaan, sehingga tidak mengganggu mata pelajaran yang lain. Nah, kebetulan saya ditempatkan di kelas campuran tersebut. Separuh dari isi kelas beragama non-islam. Sejak itulah saya sedikit mengenal tentang pandangan-pandangan dari agama yang beragam, bagaimana itu katholik, bagaimana itu protestan.
Nah, entah bagaimana mulanya, saya terlibat flirting diam-diam dengan salah seorang teman saya. Sayangnya dia protestan. Awalnya saya tidak menyadari kehadirannya, hingga lama-lama saya tersadar bahwa ada sesuatu yang berbeda yang ia tunjukkan kepada saya (itu sih kalau saya nggak keGRan.haha). Mungkin karena kami masih terlalu lugu, nggak ada yang berani ngomong duluan. Akhirnya yah cuma flirting dan kode-kode an. Sampai akhirnya kami tidak lagi bersekolah di sekolah yang sama dan lost contact. Awalnya memang sedih dan bahkan saya tetap menyimpan perasaan itu hingga bertahun-tahun. Hingga kemudian saya tersadar bahwa itulah jalan yang dipilihkan Tuhan kepada kami. Ya, dulu kami tidak berada di jalan yang benar, sehingga Tuhan meluruskannya. Mungkin iya kami menyimpan perasaan yang sama, tapi kami tidak berada dalam jalur keyakinan yang sama. Saya Islam, dia protestan. Sakit memang ketika sama-sama tertarik tetapi terhalang oleh tembok keyakinan. Bisa sih kita menabrak tembok itu. Tapi ke depannya pastilah lebih sulit. Mungkin kita bisa menghancurkan beberapa tembok di awal, tapi tembok yang berada di ujung, yang paling menentukan, nggak pernah bisa kita hancurkan. Tembok menuju ke pernikahan. Pacaran boleh saja beda agama, tapi dalam pernikahan, agama apapun melarang pernikahan beda agama. Dan bisa dibayangkan bagaimana rasa sakitnya ketika sudah menyambung hati tapi tetap tidak bisa menikah. Saya bersyukur karena Tuhan tidak membiarkan kami terus berkontak, Tuhan tidak mengizinkan kami pacaran. Tuhan menghentikan laju perasaan itu di hati kami masing-masing. Tuhan tidak ingin saya maupun dia terluka.
Dan begitu sajalah. Cinta beda agama itu candu yang mematikan. Entah kenapa sejauh saya mengenal orang-orang non-Islam, menurut saya mereka lebih bisa menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi nilai toleransi dalam beragama. Mungkin karena itu lah orang-orang non-Islam banyak memukau orang Islam dan menjadikannya nyaman dalam berinteraksi. Tapi kembali lagi, Tuhan berbicara di sini. Tuhan tahu apa yang kita butuhkan.
Dan hari kebangkitan nasional sendiri, selain hari perenungan tentang perjuangan bangkit dari keterpurukan, bagi saya pribadi juga sekaligus perenungan tentang makna perbedaan agama. Tanggal ini ada di antara keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar