Senin, 17 Juni 2013

Jejak Langkah Saung Kecil: Sudut Magis Itu Adalah Seni

Jogja, 17 Juni 2013

Sore belum terlalu temaram. Saung kecil menatap bangunan di depannya yang berarsitektur rada nyleneh. Ya, Saung kecil tengah menjadi "penyusup" di satu-satunya universitas di kota gudeg ini yang mendedikasikan dirinya dalam bidang seni. Entah kenapa, Saung kecil terpesona dengan kampus ini sejak pertama kali menginjakkan kakinya di gerbang depan. Terlebih ketika berbelok ke arah fakultas seni pertunjukan. Ada nuansa tersendiri yang membuat saung kecil merasa damai. Mendengar dentingan piano dan gitar di suatu sudut. Sementara di sudut lain, gendhing-gendhing jawa mengiringi sendratari yang berlangsung di pendhopo. Sungguh harmonisasi yang menakjubkan dan menenangkan. 

Dan sebagaimana ciri khas seni, arsitektur dan segala ornamen di dalamnya pun terasa "nyeni", unik, dan bahkan beberapa tak terdefinisikan bentuknya bagi kaum awam seperti Saung kecil. Namun tetap tak terlepas dari rerimbunan pohon dan space-space hijau. Seandainya di setiap universitas ada setidaknya satu pojok bernuansa demikian, pastilah kampus bukan tempat yang beraroma stress mahasiswa. 

Sebagai seorang yang sedari kecil dilatih untuk mengapresiasi seni, Saung kecil cukup menyadari keterkaitan seni dan perkembangan otak. Sistem pendidikan sebagian besar terlalu menjejali kaum-kaum intelektual agar lebih kerap mendayagunakan otak kiri. Hanya otak kiri. Padahal Tuhan berbaik hati membekali manusia dengan dua belah otak, otak kanan dan otak kiri. Untuk bisa menjadi manusia seutuhnya, keduanya haruslah seimbang. Otak kanan menuntun manusia untuk menggunakan rasa dan imajinya. Oh, pantas jika sekarang banyak manusia yang tak lagi punya perasaan, membeku karena terlalu lama tak terpakai, pikir Saung kecil. Saung kecil mulai melihat satu-per-satu budaya negeri ini. Bisa jadi kemunculan boyband dan girlband yang sangat abstrak itu ditengarai adanya ketimpangan fungsi otak. Para penggiat panggung hiburan hanya mampu mengimitasi budaya-budaya dari barat. Lantas ke mana perginya imajinasi kaum muda negeri kita ini? Saung kecil skeptis.   

Saung kecil sampai di pendhopo tempat berkumpul beberapa mahasiswa yang asyik berdiskusi atau sekedar berkelakar. Wajah mereka sedikitpun tak terkerut, mengirimkan eter-eter positif. Aura yang sama pada hampir semua mahasiswa yang Saung kecil temui selama bercokol di kampus orang itu. Satu lagi bukti yang Saung kecil temukan atas pernyataan seni mempengaruhi psikologis seseorang. Sok tahu Saung kecil, mendengarkan musik menyebabkan adanya pelepasan hormon stress oleh otak sehingga dapat memberi efek menenangkan. Saung kecil, sih, percaya kekuatan dari ketenangan batin seseorang. 

Mentari mulai menggelincir menggapai ufuk. Satu-per-satu mahasiswa beranjak, menyudahi kelakar hari itu. Saung kecil pun demikian, beranjak dengan lintasan-lintasan pikirannya. Bahkan lintasan itu kini tak berwarna putih, hitam, atau abu-abu seperti biasanya. Lintasan itu warna-warni. Sebagaimana seni yang menggoreskan warnanya pada dunia yang monoton. Toh, dunia sudah terlalu rupek dengan segala carut-marutnya. Sudah saatnya manusia sesekali berhenti, mengambil nafas, dan mengembarakan imajinya. Bukankah "earth" tanpa "art" hanya akan terbaca "eh"? Saung kecil tersenyum, imajinya tengah mengembara bersama alunan musik dan lekuk ornamen yang memamerkan kemagisannya.

PS. Ketika kau lelah akan dunia yang carut-marut, berhentilah sejenak, sapukan dan alunkan warna-warna magis dari sudut seni. Dunia akan ada di tanganmu. 

Selasa, 04 Juni 2013

So, Am I a Radio Addict Too?

Selasa, 4 Juni '13


Pada saat saya kecil, saya tidak terlalu memperhatikan keberadaan benda yang bernama radio. Orang tua saya memilih televisi sebagai hiburan anak-anaknya. Pada zaman saya masih banyak stasiun televisi yang menayangkan tayangan khusus anak-anak, sebut saja acara Tralala-Trilili, Pesta Ceria, Seruni Ramadhan, dan lain-lain. Saya mulai tertarik mendengarkan radio sejak kira-kira kelas 5 SD. Entah bagaimana mulanya. Yang jelas saya dan kakak saya sering mendengarkan radio di kamar orang tua saya. Sejak itulah pengetahuan saya tentang musik berubah. Dari yang tadinya hanya tahu lagu anak-anak, sejak itu saya mulai tahu ada grup musik Wayang, Dygta, Padi, dan band-band Indonesia lainnya di era 90-an. Saya pun mulai mengenal lagu-lagu barat. Grup musik mancanegara favorit saya waktu itu adalah Westlife. Jaman saya kelas 5, single lagu My Love milik Westlife sangat sering diputar di radio. Dan saking sukanya dengan lagu itu, saya sampai membeli kaset pita Album Coast-to-Coast itu. Itu kali pertama saya membeli kaset lagu kesukaan saya. Untuk ukuran anak kelas 5 SD lagu-lagu Westlife belumlah pantas didengar. Saya ingat sepulang saya dari membeli kaset tersebut, bapak saya bertanya "Kamu tahu po nduk, lagu-lagune Westlife tentang apa?" "Tentang cinta," jawab saya. "Lha gene, kok mbok tumbas? Durung pantes seumuranmu lagune kok cinta-cintaan". Jleb, pikiran saya waktu itu, saya memutar otak dan menemukan jawaban jitu "Tapi lagune Westlife wonten sing nyritakke cinta antara ibu dan anak kok". Lalu saya tunjukkan lagu yang berjudul Angel's Wing beserta liriknya. Akhirnya bapak percaya. Saya pun lega. Selain Westlife, saya juga menyukai Backstreet Boys, MLTR, dan N'Sync.

Kebiasaan mendengarkan radio semakin bertambah pas kelas 6. Di rumah memang memiliki dua buah radio-tape. Satu sudah menjadi milik orang tua saya sejak saya belum lahir, sejak beberapa tahun sebelumnya, fungsi tape-recordingnya sudah agak rusak sehingga bapak membeli satu radio tape recorder lagi. Bagi bapak, fungsi perekam memang vital. Jadilah radio yang usianya lebih tua dari saya itu ditaruh di kamar saya. Setiap sepulang sekolah saya, begitu sampai kamar, langsung menyalakan radio dan baru mati menjelang tidur malam. Pagi hari bangun tidur, menyalakan radio dan saya matikan ketika akan berangkat ke sekolah. Begitu seterusnya hingga SMP. Belajar malam pun saya ditemani radio. Stasiun radio favorit saya adalah GSP FM dan Amatron 3 FM. Pulang sekolah, jam 2-5 siang lagu manca dan persada di Amatron. Jam 5-8 lagu-lagu persada di GSP. Habis itu, jam 9-12 lagu manca dan persada di Amatron. Pagi hari jam 5 hingga berangkat sekolah mendengarkan manca dan persada lagi di Amatron. Oh ya, dulu saya, mbak saya, dan tetangga saya bahkan sering datang ke studio GSP FM hanya untuk membeli kartu request seharga 300rupiah. Bentuknya semacam isian formulir, berisi nama, alamat, kirim salam buat siapa, dan request lagu apa. Haha..masa-masa allay.

Mulai kelas 2 SMP, saya mulai menyukai lagu-lagu manca (mungkin karena frekuensi saya mendengarkan Amatron 3 lebih sering). Dulu Linkin Park merajai dunia permusikan internasional. Saya juga ingat, Stranger by The Day  - Shades Apart, Wherever You'll Go - The Calling, If You're Not The One - Daniel Bedingfield, sama I Believe My Heart - Duncan adalah lagu wajib yang selalu diputer di Amatron 3 setiap harinya. Lagu-lagu mancanegara era tahun 90an, soundtrack-soundtrack film juga saya mulai mengenalnya ketika SMP. Oh ya, dulu ada boyband yang menjadi pesaing berat westlife, namanya A1. Lagu-lagunya tak kalah bagus, personilnya pun bening-bening. Dulu juga saya sangat menggemari penyanyi dari ajang pencarian bakat Filipina: Christian Bautista.

Masuk SMA, aktivitas mendengarkan radio semakin parah. Saat itu, mbak saya mulai kuliah di Jogja sehingga kamar saya jadi milik saya seutuhnya. Radio-tape yang tadinya milik bapak dibawa mbak saya ke Jogja dan bapak membeli lagi yang baru, yang ada pemutar CDnya. Sementara radio saya? tetap setia dengan radio yang usianya lebih tua dari saya. Dan entahlah, mungkin didorong keinginan untuk menghalau sepi juga, saya pun membiarkan radio menyala ketika saya tidur. Jadi praktis, saya mematikan radio dari jam 6 pagi hingga jam 2 siang. Itu waktu ketika saya sekolah. Pulang sekolah saya langsung menyalakan radio dan baru akan saya matikan keesokan harinya ketika akan berangkat sekolah jam 6. Stasiun radio yang saya dengarkan semakin bertambah. Selain GSP FM dan Amatron 3, saya juga mulai mendengarkan POP FM. Ini efek dari teman-teman saya. Ternyata POP FM ini radio favorit di kalangan remaja Purworejo (Well, dari TK hingga SMP saya di lingkup kecamatan Kutoarjo. Baru SMA saya menjamah sekolah yang ada di lingkup kabupaten). Lagu-lagunya pun ternyata juga lebih up to date. Dan yang paling saya suka adalah sisipan siaran dari VOA (Voice of America). Jaman SMA ini pun saya kadang-kadang kirim salam dan request lewat sms. Tentu saja dengan nama samaran. Haha.

Mulai jam 9 malam ke atas, saya mendengarkan radio luar Purworejo. Saya mulai jarang mendengarkan Amatron jam segitu, karena makin lama proporsi pemutaran lagu dan aktivitas pembacaan kirim-kirim salam tidak seimbang, lebih banyak ngomongnya timbang lagunya. Saya menemukan gelombang radio Mas FM dari Kebumen. Acaranya sama lagu-lagu manca dan persada, disisipin tips-tips dan pengetahuan gitu. Sayang acaranya hanya sampai jam 11. Setelah itu saya terpaksa mendengarkan Amatron hingga jam 12 malam. Kemudian saya baru bisa mengakses beberapa radio Jogja. Kadang-kadang Star FM, atau Geronimo FM, meskipun kemresek si tapi masih bisa didengarkan daripada sepi. Haha. Saya hanya bisa mengakses radio Jogja di atas tengah malam, setelah semua stasiun radio di purworejo tutup siaran, sehingga sinyal dari jarak jauh bisa sedikit masuk. Hingga saya tertidur sekitar jam 1 dini hari.

Dan begitulah hingga sekarang. Saya kuliah di Jogja, satu kos dengan mbak saya. Tetap membiarkan radio menyala selama saya berada di kamar dan menemani saya sepanjang malam hingga saya akan berangkat kuliah keesokan harinya. Stasiun radio yang saya dengarkan semakin bervariasi: Swaragama, Eltira, Prambors, Female FM. Kadang saya pun mengacak random mencari lagu yang bagus. Semenjak kuliah entah kenapa saya menjadi semakin jarang mendengarkan lagu-lagu persada yang baru. Jujur saja, mulai tahun 2008 hingga ke sini, grupband musik indonesia lagunya parah-parah, alay, dan isinya galau nggak mutu. Musik persada yang saya sukai adalah tahun 2000an awal ke bawah. Lirik-liriknya masih tertata dengan rapi dan nadanya easy listening. Apalagi beberapa tahun belakangan ini yang didominasi oleh boyband dan girlband yang aneh-aneh. Gilak. Saya hanya geleng-geleng dan kemudian memindah gelombang radio.

Awal-awal kuliah, saya mengenal PPTIK, pusat ITnya UGM. Di sana ada satu ruangan khusus untuk wi-fi. Saya sering nongkrong di sana untuk mencari bahan tugas sekalian mendownload lagu-lagu dan kadang-kadang streaming'an radio. Jango, KIIS FM USA, dan lain-lain. Sampai sekarang pun, meskipun sudah lulus, tongkrongan favorit saya tetaplah PPTIK dan tentu saja sembari streaming'an. Haha..


PS. Now Listening: Live Streaming Lite 104.1 KLTI fm IOWA