Jum'at, 30 Mar 12
8.00 pm
Menutup senja tadi dengan hikmah yang luar biasa. Seolah menutup telinga pada suara para pendemo yang masih berkeliaran di luar sana, di ruas-ruas jalan. Demo tentang kenaikan harga BBM per 1 April mendatang. Okay, kita sebagai kaum intelektual sebenarnya punya sesuatu yang lebih bermakna ketimbang berpanas-panas meneriakkan kata-kata provokatif hingga parau. Sesuatu yang lebih bisa menunjukkan kemanfaatan sekolah. Kalau cuma teriak mah nggak perlu sekolah juga sudah bisa, kan? Well, kita tinggalkan saja urusan demo mendemo itu.
Senja yang cerah di sebuah bangunan berlantai dua. Empat orang mahasiswa tengah asyik berbagi kabar dan pengalaman mereka setelah sekian lama tak berjumpa. Sebuah perjumpaan yang penuh makna. Kontemplasi. Empat orang yang dipertemukan karena merasa ada suatu kewajiban untuk membersamai satu sama lain.
Di masa-masa kritis seperti sekarang ini memang sangat dibutuhkan significant person sebagai tempat berbagi. Masa kritis, masa tak lagi ada jadwal kuliah, masa di mana teman-teman yang dulu main suka-suka sekarang mendekam di kediaman masing-masing. Kebersamaan itulah yang diperlukan. Meski mungkin hanya seminggu sekali bisa berbagi kabar, tapi ada janji untuk tetap bersama, saling menguatkan satu sama lain.
Sharing masih berlanjut. Ada satu istilah yang menguar. Social Engineer. Apa itu?? Istilah itu dibawa oleh seorang dosen saat memberikan materi perkuliahan di sebuah kelas. Bisa jadi apa yang sedang kita lakukan sekarang ini bukan berasal dari keputusan yang kita ambil secara sadar bahwa itu benar-benar pilihan kita. Ada social engineer yang menggerakkan keputusan kita. Sebagai contoh, dulu semasa sekolah bapak dosen itu tidak tahu menahu soal kuliah dan berbagai universitas yang ada. Ketika melihat teman-temannya banyak yang mendaftar di universitas tertentu dengan jurusan tertentu, jadilah beliau memutuskan untuk mendaftar di universitas dengan jurusan tertentu itu. Setelah beberapa semester dijalani barulah beliau menyadari bahwa ia tidak akan kuliah di sini jika dulu beliau benar-benar mengambil keputusannya atas dasar pilihan sadarnya sendiri.
Iya, kupikir. Kita seringkali tidak benar-benar menyadari, apakah apa yang kita lakukan sekarang ini murni dari dalam diri internal kita sendiri atau jangan-jangan kita sedang dikendalikan oleh social engineer yang ada di sekitar kita?
Hal serupa tapi tak sama, atau mungkin berkaitan adalah efek sugesti. Kita hidup di dunia ini penuh dilingkupi oleh berbagai macam paradigma. Ada yang sejalan, ada yang saling bertabrakan. Berbagai info yang masuk dalam otak kita sedikit banyak mempengaruhi pola pikir kita. Tapi kita sebagai kaum yang ngakunya terpelajar (semoga benar-benar terpelajar) tahu bahwa semua itu membawa pengaruhnya masing-masing. Sugesti. Kita harus pandai-pandai memilah pola pikir mana yang hanya berupa sugesti dan mana yang berupa pantulan diri kita yang sebenarnya.
Sama ketika kita menonton televisi. Apa yang kita lihat sangat mempengaruhi pola pikir kita, bahkan emosi kita juga kena. Contoh gamblangnya saja, ketika kita nonton tayangan sinetron yang berisi kaum-kaum galau nan alay, mau tak mau kita terlarut dalam jalinan cerita itu. Emosi kita juga ikut terombang-ambing di sana. Atau ketika kita menonton berita tentang demo mahasiswa vs kebijakan pemerintah. Emosi kita bakal diayun-ayunkan di sana. Atau tayangan-tayangan lain. Apa yang kita lihat dan kita dengar tersebut akan membentuk pikiran kita. Ketika emosi kita dalam keadaan labil, kita berada dalam fase sugestible (mudah dipengaruhi). Lalu mengapa kita tidak mencoba untuk belajar menjadi netral? Mungkin lebih baik kita menentukan posisi diri (self) kita ketika menerima suatu info, agar kita tidak mudah terombang-ambing.
Sharing keempat mahasiswa itu diakhiri dengan kata-kata yang agak menusuk tapi mampu membakar semangat. "Menyedihkan sekali ketika kita kuliah selama empat tahun dan tidak mendapatkan apa-apa. Ilmu yang kita dapat haruslah memberi kemanfaatan."
Minimal, kita mampu membedakan mana yang fakta dan mana yang sekedar mitos. Haha..
PS. Song of this night: Babylon-David Gray (Boyce Avenue Acoustic Cover)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar