Selasa, 22 April 2014

Maut Menjemputmu, Nak

Rabo, 23 April 2014
9.11 am


RIP.
Pagi ini satu lagi makhluk kembali kepada Tuhannya. Seekor kucing. Menghembuskan nafas terakhirnya tadi pagi sekitar jam setengah delapan di dalam kardusnya. Kucing itu bukan peliharaan saya, pun saya tidak mengenalnya lama.

Kemarin siang sepulang kuliah saya kaget ketika masuk pintu depan. Ada benda hitam teronggok di tengah-tengah barisan motor. Di situ memang garasi. Semula kupikir itu kantong plastik item, tapi kemudian ketika dia bergerak, saya kaget. Ternyata itu seekor anak kucing. Kedua kakinya lumpuh, tidak bisa buat berdiri. Jangankan berdiri, menggeser badannya saja dia tidak mampu. Hanya kepala dan kaki depannya saja yang bisa dia gerakkan. Saya dekati dan mengelus-elus kepalanya sejenak. Dia mengeong lirih, hampir tidak terdengar. Tatapan matanya sayu penuh harap. Kemudian saya berlalu bergegas naik karena saya belum sholat dzuhur padahal sudah jam 2.

Sampai di tangga, saya mikir. Itu kucing masuk dari mana? Pintu depan selalu terkunci. Satu-satunya tempat keluar masuk kucing adalah lantai 2 karena kucing bisa lompat dari atap rumah sebelah dan masuk lewat pager lantai 2. Tapi dia aja nggak bisa jalan loh. Apa emaknya yang sengaja "buang" anaknya di sini? Terus kalau itu kucing dibiarin teronggok di situ, bisa-bisa dia kelindes motor kalau yang nggak nyadar masukin motor langsung dinaikin dari luar. Bentuknya persis kayak kantong plastik, item, nggak ada belangnya sedikit pun. Lantas saya balik turun lagi. Menuju gudang, nyari kalau-kalau ada kardus kosong. Dapet. Saya pindahkan anak kucing itu ke dalam kardus dan saya bawa naik ke kamar saya. At least saya bisa kasih dia susu, kalau saya tidak bisa mengobati kakinya. Kasihan kalau dibiarin gitu aja di parkiran.

Saya bikinkan susu dan mencoba buat nyuapin ke dia pakai sendok plastik. Si kucing nggak mau menjilat-jilat susu di sendok yang saya pegang. Dia cuma mengeong. Saya tempelkan di mulutnya pun dia tidak mau menjilatnya. Saya kemudian punya akal, susu itu saya suapkan ke mulutnya begitu dia buka mulut buat ngeong. Berhasil masuk satu tetes. Lumayan lah. Saya tinggal sholat. Selepas sholat, saya coba suapin lagi. Dia menolak dengan memalingkan mukanya ke arah lain. Persis seperti anak kecil yang nggak mau disuapin. "Oh, mungkin dia nggak suka susu," pikirku. Lalu saya coba beri air putih. Tapi reaksinya tetap saja sama. Hanya satu kali lagi saya paksa masukkan saat dia ngeong. Habis itu dia memutuskan untuk nggak ngeong. Oke. Saya pikir mungkin itu cara dia untuk menolak minuman. Saya berhenti memaksa. Akhirnya saya elus-elus kepalanya saja sambil berbicara padanya, kemudian dia tertidur.

Makan malam, saya sengaja beli ayam bakar. Sebenarnya saya jarang makan pakai ayam karena ayam masuk dalam daftar makanan membosankan menurut saya. Tapi demi si kucing, saya beli ayam, saya sisakan sedikit dagingnya buat si kucing, kalau-kalau dia mau. Harapanku pupus lagi. Si kucing nggak mau makan daging itu sama sekali, padahal sudah saya tempelkan ke mulutnya. Ya sudah, saya taroh di kardusnya saja dan saya biarkan di depan pintu kamar saya. Nggak pa pa lah di luar, sudah saya kasih selimut juga kok.

Paginya selepas subuhan, saya tengok dia. Saya coba menyuapinya dengan air putih lagi. Nihil. Yasudah, saya letakkan tempat minum di dalam kardusnya saja siapa tau dia haus bisa minum sendiri. Saya tinggal mandi. Setelah mandi, saya tengok lagi. Astaga, pergerakan nafasnya tidak terlihat! Saya amati sampai lamaa berharap penglihatan saya salah. Tapi hasilnya sama saja. Diam. Tak ada gerakan. Tak ada nafas.

Sedih rasanya. Meskipun dari kemarin sebenarnya juga sudah hopeless dan helpless sejak dia nggak mau minum sama sekali. Kalau kayak manusia, dianya sendiri dari kemarin sudah tidak berharap untuk mempertahankan hidupnya. Mungkin kalau dia bisa ngomong dia dari kemarin bilang "udahlah, aku mati aja. Aku hidup juga nggak bisa apa-apa karena cacat. Mau minta tolong juga aku nggak punya siapa-siapa." Yasudah. Takdir menjemputmu. Yang saya sempat heran, posisi si kucing di akhir hidupnya sangat bagus. Kepalanya ada di utara dengan posisi menghadap ke arah barat. Seperti si kucing sudah siap menghadap Tuhannya dengan posisi sempurna seperti itu. 

Maaf ya puss, aku nggak bisa jagain kamu. Tapi semoga di akhir hidupmu, kamu merasa berharga, kamu merasa punya teman, meskipun hanya satu hari saja. Tuhan menjemputmu, puss. Semoga kau tenang di sisiNya. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar