Sore itu, saung kecil sedang duduk diam-diam di sebuah halte bus. Kali ini saung kecil akan menghadiri suatu pertemuan rutin bersama teman-teman komunitasnya. Di samping saung kecil, duduk dua orang yang sedang asyik bergantian berpotret dengan sebuah kamera DSLR.
Saung kecil duduk diam-diam sambil sesekali mengamati mereka. Bukan, ia mengamati kamera DSLR yang dipakai oleh mereka. Maklum, tahun-tahun belakangan ini saung kecil lumayan tertarik dengan dunia fotografi. Sedang asyik mengamati, dari arah pintu masuk halte, datang sesosok yang cukup membuat bulu kuduk saung kecil menegak. Bukan! Bukan lantaran kakinya tidak menapak di tanah, melainkan sosok itu adalah sosok yang ambigu: setengah laki-laki dan setengah perempuan. Dan tep..dia duduk persis di sebelah kanan saung kecil. Mati gue, pikir saung kecil.
Saung kecil memang tidak suka berurusan dengan makhluk yang berjenis kelamin tak jelas tersebut. Dengan gerakan yang sangat pelan, saung kecil menggeser pantatnya sedikit ke arah kiri. Okay, personal space yang cukup untuknya.
"Kuliah di mana jeng?"
Hah? Bulu kuduk saung kecil kembali meremang. Sosok itu, mencondongkan badannya mendekat ke arah saung kecil. Saung kecil menengok dan wajah sosok itu tepat ada di hadapannya. Saung kecil menjawab pertanyaan itu dengan singkat. Kedua telapak tangannya mendadak menjadi sedingin es. Tapi agaknya waria itu belum puas, karena ia melontarkan pertanyaan-pertanyaan lain seputar identitas saung kecil. Saung kecil berdoa dalam hati agar dirinya tidak diculik suatu saat nanti oleh orang ini. Apalagi setelah mendengar pertanyaan: "Di daerah sana (daerah asal saung kecil) warianya banyak juga nggak?" Saung kecil hanya bisa menjawab "tidak tahu" dengan tatapan melongo tak mengerti. Sepanjang hidupnya saung kecil tidak pernah punya ide untuk mengikuti kehidupan waria, ya mana bisa tahu jumlah waria di daerahnya. Saung kecil sempat berpikiran jangan-jangan bakal diminta untuk mengkoordinasikan para waria yang ada di daerahnya. Oh tidaaaak!
"Semalem saya ngurusin orang sakit, ada mahasiswa cowok cakep usianya sekitar 20 tahunan, meninggal gara-gara HIV. Kasihan banget deh bener itu cowok. Cakep-cakep tapi kena HIV. Beneran deh cakep banget!" Jujur, demi mendengar cerita mbak-mbak waria itu, saung kecil rada merasa risih karena sosok yang disebelahnya itu sangat mengagumi makhluk yang sebenarnya berjenis kelamin sama dengan dia secara kodratnya. Lebih-lebih ketika si waria itu terlihat heboh mengomentari penampilan sesosok waria lain yang sedang melintas di seberang jalan. Saung kecil semakin merasa bagai seorang pesakitan. Sementara kedua mas-mas yang asyik dengan DSLRnya hanya mampu memandangi saung kecil dengan tatapan prihatin bercampur geli.
Well, karena sudah terlanjur kena aib, saung kecil mencoba untuk menanggapi saja cerita demi cerita yang dituturkan oleh waria itu. Saung kecil mulai memberanikan diri untuk ikut berpendapat, tidak sekedar menjawab apa yang ditanyakan waria itu kepadanya.
Not too bad. Dari pembicaraan yang mereka lakukan, saung kecil merasa sosok yang sedang ngobrol dengannya ini bukanlah tipe penggoda, melainkan tipe makhluk yang bergenre waria pemerhati sosial. Dia bekerja atas nama dinas sosial yang sering diundang untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan. Ia juga tampak peduli dengan pendidikan. Diam-diam saung kecil memuji sosok ambigu di sebelahnya itu. Hingga bus yang mereka tunggu datang. Tanpa pernah tahu sebelumnya, ternyata mereka menunggu bus dengan jalur yang sama.
PS. Kadang kala ketakutan tak beralasan itu berasal dari ketidaktahuan kita akan hal itu. Ketika kita mau sedikit saja tahu, kita akan bilang semuanya baik-baik saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar