Dalam kuliah saya hari ini, saya menemukan hal yang menarik. Bukan tentang materi yang tengah disampaikan oleh bapak dosen. Ada cerita sekilas yang disampaikan sebagai intermezzo.
"Kalian tahu ada berapa jenis ayam yang sering kita temui?" Ayam kampung, ayam potong, dan ayam petelur. Ketiga jenis ayam ini menjalani hidup dengan perasaan dan pengalamannya masing-masing. Yang paling menjalani kehidupan secara normal dan wajar adalah ayam kampung. Mereka dipelihara seperti layaknya binatang peliharaan, yang diberi kandang yang luas, diberi makan, dibiarkan bersosialisasi dengan teman-teman sebangsa ayam yang lain, saling curhat, bercanda, bertengkar, dan melakukan aktivitas seperti layaknya ayam. Dan ketika si ayam ini menemui ajalnya (bukan karena sengaja disembelih untuk tujuan tertentu), si empunya menangisi kepergian si ayam hingga berhari-hari.
Sedangkan ayam potong dan ayam petelur memiliki nasib yang kurang beruntung bila dibandingkan dengan ayam kampung. Mari kita tengok gambaran kehidupan ayam petelur. Apa tujuan hidup ayam petelur? Menghasilkan telur dong yang jelas, kata Tika. Sesuai dengan visi dan misi hidup yang tertuang dalam kitab hidup ayam petelur ini, mereka berusaha keras, dipaksa oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk menghasilkan telur sebanyak-banyaknya. Rumah mereka pun disesuaikan dengan kebutuhan yang berorientasi visi misinya. Kandang untuk mereka didesain sesuai dengan ukuran lebar tubuh mereka. Jadi ruang gerak ayam petelur sangatlah sempit. Mereka tidak bisa memutar tubuhnya, hanya bisa bergerak maju untuk makan, dan mundur untuk berleha-leha setelah makan. Begitu seterusnya setiap hari. Ayam petelur juga tidak memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dan berjalan-jalan bebas di luaran, jadi seumur hidupnya tidak pernah memiliki kesempatan untuk kawin dengan ayam jantan pilihannya sendiri, apalagi untuk pacaran! haha..
Lain lagi dengan kisah hidup ayam potong, meskipun juga sama-sama bernasib memprihatinkan. "Kebebasan yang begitu singkat", begitu istilah yang dikemukakan oleh bapak dosen. Why? Iya, berbeda dengan ayam petelur yang hidupnya sangat terbatas pada sekotak kandang yang bahkan tidak bisa membuatnya berputar arah, ayam potong ini dipersilakan untuk menghirup kebebasan di luar kandang. Berlarian, tertawa-tawa dengan teman, bahkan mungkin sempat berebut cacing. Tapi kebebasan yang mereka rasakan itu berlangsung begitu singkat. Hanya dalam hitungan bulan, tak sampai 5 bulan, "sudah, harus kita akhiri sampai di sini saja hidupmu, nak!" Kata si empunya usaha ayam potong yang sedang banyak pesanan dari pelanggan. Dan akhirnya si ayam potong harus rela mati di usianya yang masih sangat belia. Tragis.
Sampai di sini cerita bapak dosen selesai, dan saya mengutip dengan sedikit modifikasi dan improvisasi di sana-sini. Pantas saja ayam yang paling enak rasanya adalah ayam kampung. Kenapa? Karena di antara ketiga jenis ayam di atas, hanya ayam kampung lah yang menjalani hidupnya dengan ikhlas, sehingga menghasilkan daging yang enak dan lebih gurih. Sedangkan ayam potong dan ayam petelur menjalani hidupnya dengan paksaan.
Mungkin apa yang terjadi pada kita dalam kehidupan ini tak jauh-jauh dari apa yang terjadi pada ketiga jenis ayam itu. Ketika kita melakukan sesuatu dengan ikhlas, hasil yang didapatkan akan memuaskan dan bermanfaat. Namun, ketika kita melakukan sesuatu dengan penuh keterpaksaan, hasil yang didapatkan pun tidak akan baik. Meskipun mungkin kita dapat menghasilkan sesuatu yang diinginkan oleh orang lain, tapi segala langkah kita ada di bawah kendali orang itu. Kita tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan apa yang sebenarnya kita inginkan, seperti apa yang dialami oleh ayam peternak. Jadi, ayam yang seperti apakah yang akan ada dalam diri kita? Pilihan kitalah yang menentukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar