Selasa, 10 April 2012

Jejak Langkah Saung Kecil: Pilihan dan Diri Kita

Jogja, 10 April 2012


"Merokok itu pilihan." Itu bukan suara saung kecil. Suara berat itu berasal dari orang di sebelahnya. Teman saung kecil.

"Para perokok itu pasti tahu kalau rokok itu membahayakan dan merusak tubuh mereka secara perlahan. Tapi ya mereka tetap saja merokok," kata teman si saung kecil lagi.

"Sebenarnya apa sih yang mereka cari?" Kali ini baru saung kecil angkat bicara.

Teman saung kecil diam sejenak, menghisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskannya membentuk abstraksi asap.

"Kenikmatan," sahutnya. Masih menyelami batangan itu seakan-akan sedang menginternalisasikan apa yang baru saja ia katakan ke dalam aktivitas merokoknya. Saung kecil menunggu.

"Seorang perokok pasti mendapatkan kenikmatan dalam rokok. Dan itu seperti candu. Ketika kau lupa tidak menghisapnya di suatu saat, kau akan merasakan tidak enak di mulutmu. Atau merasa ada sesuatu yang kurang terpuaskan."

Saung kecil manggut-manggut mendengar penjelasan temannya itu. Ia lirik temannya itu. Masih saja dengan gaya elegan menghisap batangan yang menyala di ujungnya dan menghembuskannya dengan bermacam abstrak.

"Ooh, begitu. Lantas orang bebas memilih akan terus memuaskan keinginan itu atau melepaskannya," ujar saung kecil, lebih mirip bergumam kepada dirinya sendiri.

"Ho'oh, seperti itulah kira-kira." Teman saung kecil menyahut mantap. Kali ini ia mematikan nyala di ujung batangan yang sudah memendek itu. Kemudian lanjutnya, "tapi yang perlu ditekankan adalah jangan sampai kita menjudge bahwa orang-orang seperti itu adalah jelek. Sejelek-jeleknya dia tetap ada sisi baiknya. Selama ini masyarakat sering terjebak oleh konsensus umum dan lantas merendahkan, menjauhi kaum yang istilahnya menyimpang dari garis lurus."

Saung kecil masih manggut-manggut. Penjelasan temannya itu tidak seratus persen ia benarkan dan tidak seratus persen juga ia salahkan. Saung kecil hanya mencoba memahami posisi siapa yang sedang berbicara. Temannya yang seorang perokok memberikan pandangan seperti itu terhadap aktivitas merokok dan orang-orang yang berkecimpung di dalamnya. Sedangkan saung kecil yang tidak hidup di lingkungan perokok punya pandangan yang lain.

Saung kecil sangat setuju bahwa merokok adalah pilihan, sejalur dengan sifat hidup itu sendiri: bahwa hidup adalah pilihan. Tapi bukankah pilihan kitalah yang menunjukkan siapa sebenarnya diri kita? Lebih dari apa yang bisa terucapkan oleh mulut kita yang fasih berdusta.

Seperti pilihan untuk merokok atau tidak merokok itu sendiri. Semua orang tahu efek dan bahaya yang ditimbulkan oleh batangan itu. Lantas kita kemudian bisa menilai orang seperti apa yang memilih merokok dan orang seperti apa yang memilih tidak merokok.

Ketika orang memilih merokok itu pun terlebih dulu ia harus memilih motivasi apa yang ia gunakan sehingga memilih jalan itu. Apakah dengan dalih konformitas kesetiakawanan sosial lantas orang ikut-ikutan merokok. Ataukah dengan dalih supaya terlihat gaul dan keren. Ataukah bahkan dengan dalih karena mati gaya dan selalu merasa tidak puas kalau tidak merokok. Setiap pilihan itu menunjukkan orang seperti apakah diri kita sebenarnya.

Senja mulai merayap. Saung kecil dan temannya beranjak dari tempat mereka melepas penat. Sudah saatnya kembali ke rumah masing-masing. Di persimpangan jalan di mana mereka berbeda arah, saung kecil sempat melihat temannya itu mengeluarkan satu batang lagi dari sebuah kotakan berukuran genggaman tangan. Kemudian menyulutnya dengan segenap perasaan. Nikmat.



PS. Cobalah untuk sekedar bercermin pada pilihan-pilihan yang sudah kita ambil dalam hidup kita selama ini. Seperti itulah diri kita sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar