Jumat, 30 September 2011

"Unfinish Business?"

Jumat, 30 Sept '11

12.40 pm @pptik ugm



Kembali aku duduk di bangku ini. Di ruangan yang hanya berisi 7 orang yang kesemuanya autis dengan laptop masing-masing. Bahkan mereka memilih duduk sendiri di meja yang masih kosong daripada bergabung di meja yang sudah ditempati. Hm..it's all about personal space, maybe. Orang cenderung mengambil jarak ketika harus duduk bersebelahan dengan orang yang tidak dikenal. Coba deh ketika kita amati di angkot atau di ruang tunggu. Dalam keadaan yang tidak begitu ramai, orang cenderung mengambil space, tidak duduk di samping orang lain persis, sebagian besar terjeda satu atau dua kursi.



Okay, kali ini aku tak akan membahasnya lebih lanjut (ndak malah kuliah 3sks! haha). Hari ini ada hal yang membuatku, entah apa namanya, semacam penyadaran atau pencerahan? Yang jelas, aku merasa sedikit plong. Benang kusut itu mulai terurai di beberapa simpulnya. Meski masih ada beberapa 'PR' yang musti diselesaikan dan masih ada unfinish business yang musti juga diselesaikan. Why? karena ketika masih ada unfinish business maka pikiran kita terpecah, dan ya hidup kita berasa "nightmare". Pada suatu titik kulminasi kita akan terengah-engah dan panik mencari nafas. Nyamankah dalam posisi seperti itu? Mungkin, kalau kita terlalu berjiwa petualang, itu akan menjadikan kita makin tertantang. Tapi bagaimana dengan lawan 'unfinish business' kita? apakah dia juga akan merasa tertantang dengan kondisi yang seperti itu? Mungkin dia akan merasa kesulitan mencari nafas, dan karena dia tidak merasa tertantang, bisa jadi kehabisan nafas. Nol menjemputnya. Nol? ya, karena dia tidak punya jalan untuk menuju satu, dua, tiga, atau seterusnya. Bukankah hidup tidak bisa di skip?



Lantas bagaimana kita mengurai unfinish business itu? Tarik nafas dalam dan hembuskan perlahan. (Welcome to the relaxation world!). Pikirkan bahwa kita mampu, kita cukup kuat untuk menghadapinya dan bayangkan apa yang akan kita rasakan ketika masalah itu sudah benar-benar finish. So, barulah kita planning. Memikirkan segala macam bentuk kemungkinan hal yang akan terjadi dalam proses kita mem-finish-kan itu, dari kemungkinan terbaik hingga kemungkinan terburuk. Tak perlu tergesa-gesa, ketergesaan hanya akan menghilangkan kepekaan kita pada hal-hal kecil di sekitar, yang mungkin memberikan clue atas masalah itu. Lantas setelah itu, time to show! Kita sudah siap dengan kemungkinan-kemungkinan itu dan tidak akan terkesiap. Kita akan tetap bisa melibatkan rasional dalam emosional kita. Kebanyakan dari kita selalu lebih mengedepankan emosi daripada rasional. Tidak sepenuhnya salah memang. Mengedepankan rasional daripada emosi pun tidak sepenuhnya benar (ketika setengah gelas berisi kesalahan, lalu setengahnya lagi akan berisi kebenaran, bukan?). Di saat-saat seperti itulah Tuhan menempa jiwa kita. Akan menjadi seperti apa diri kita saat menghadapi masalah. Dan hey, Tuhan menyukai harmonisasi, termasuk harmonisasi yang terjadi ketika kita mendamaikan antara rasional dan emosional.



Cut..sorry aku baru menyadari bahwa tulisanku kali ini hampir-hampir menyerupai unfinish. It's being uncorrelate and move easily! haha.. Yo, intine, ketika kita mampu mendamaikan sisi rasional dan emosional kita, kita akan lebih mudah dalam mengurai benang kusut permasalahan, unfinish business, and things like that. Kita mampu mengendalikan diri kita sendiri kalau kita percaya kita mampu.

So, just believe in your self. Jangan sampai ada orang lain yang harus ikut menanggung akibat dari unfinish business kita.

Keep fighting and don't give up!



PS. Song of this time: Things Are Gonna Get Better - David Archuleta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar